Korban Pelanggaran HAM Berat 1965-1966 di Moskow Minta Tiket Pulang-Pergi ke Indonesia Difasilitasi
Sudaryanto sebelumnya sempat menceritakan kisahnya sebagai korban pelanggaran HAM berat peristiwa 1965 di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Setelah itu, ia kemudian mendapat jaminan dari pemerintah Uni Soviet untuk tetap belajar dan menyelesaikan pelajaran di sana.
Tak hanya itu, ia kemudian diberikan pekerjaan.
Namun demikian, sekarang ia sudah pensiun.
"Saya sempat untuk menjadi dosen di Universitas Koperasi Rusia, menjadi Dekan, dan telah mengadakan beberapa kunjungan ke Indonesia, mengadakan beberapa pembicaraan dengan universitas-universitas di Indonesia, membaca sedikit informasi," kata dia.
"Jadi hubungan Indonesia sesudah tahun 2000 kembali normal. Kemudian pemerintah Indonesia memberikan kesempatan untuk bisa mengunjungi Indonesia di mana diperlukan," sambung dia.
Di akhir tanya jawab tersebut, Presiden Jokowi sempat menanyakan perihal adakah keinginan untuk kembali lagi menjadi Warga Negara Indonesia.
Sambil tersenyum, ia mengaku sudah merencanakannya mengingat saat ini dirinya sudah menikah dengan wanita Rusia dan telah dikaruniai tiga orang cucu.
"Belum tentu (mau dibawa ke Indonesia). Tapi kalau diyakinkan saya kira bisa," jawab Sudaryanto.
"Jika ingin kembali menjadi WNI, saya gembira dan kita semua saya kira gembira. Untuk menunjukkan bahwa memang negara ini melindungi warganya," balas Presiden Jokowi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Sudaryanto merupakan lulusan Akademi Koperasi Semarang pada tahun 1964.
Ia pun menamatkan pendidikan doktoralnya di lnstitut Koperasi Moskow, Rusia pada tahun 1971.
Selain itu, ia juga pernah belajar di beberapa negara di antaranya Bulgaria dan Israel.
Ia bekerja di Departemen Koperasi dan Transmigrasi Indonesia selama satu tahun.
Sudaryanto juga bekerja sebagai Senior scientist di “Badan Penyelidikan Pasar dan Konjunktur”, Centrosoyuz, USSR selama 19 tahun.