Bekerja di KPK, Keterangan dan Bukti Digital Saksi Jaksa Ini Diragukan Rafael Alun
Keberadaan Rani di KPK juga terlihat bahwa Rani ada peran dalam proses awal penuntutan perkara Rafael Alun.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael selaku terdakwa kasus gratifikasi dan pencucian uang Alun Trisambodo meragukan keterangan dan bukti digital dari mantan anak buahnya, Direktur Keuangan PT Artha Mega Ekadhana (ARME) Rani Anindita Tranggani, di persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu kemarin.
Hal itu tidak terlepas karena saat ini mantan anak buahnya itu justru bekerja sebagai penyelidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan diduga Rani dalam tekanan.
"Keberadaan Rani sekarang kerja di KPK, sepertinya membuat dirinya berada dalam tekanan secara psikis, hal ini tergambar dari suara yang tidak tegas, serta berulang kali menghela nafas panjang, terlebih ketika disinggung soal keuangan dan pembukuan ARME," ujar kuasa hukum Rafael Alun, Junaedi Saibih, dikutip Kamis (28/9/2023).
Keberadaan Rani di KPK juga terlihat bahwa Rani ada peran dalam proses awal penuntutan perkara Rafael Alun.
Sebab, data yang terkumpul dan tersimpan dalam penyimpan keping cakram (CD/RW) serta data yang dikumpulkan dalam satu Excel tanpa memberitahu kuasa hukum kan perihal metadata yang berisikan date created dan date modified.
CD tersebut berisi catatan keuangan yang diyakini pihak jaksa berkaitan dengan dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang yang menjerat Rafael.
Hal ini diperparah dengan ketiadaan alat bukti pemeriksaan forensik terhadap barang bukti digital yang dimiliki.
Menurut Junaedi, Rani mengaku mendapatkan data itu dari komputer yang biasa digunakan oleh Manajer Keuangan PT Cubes Consulting, Yulianti Noor.
Keterangan itu pun diragukan Junaedi karena keduanya tidak saling mengenal dan menolak data catatan keuangan perusahaan di luar dirinya untuk selama periode dirinya sebagai Direktur keuangan.
"Saksi Rani dalam persidangan tidak memberikan endorsement bahwa data yang berasal dari komputer Yulianti Noor adalah data resmi milik perusahaan PT ARME. Saksi Rani sendiri tidak mengenal Yulianti Noor," ucap Junaedi.
Ketiadaan endorsement Rani atau data yg ditampilkan JPU juga terhadap pengeluaran PT ARME yang semua pengeluaran itu dengan menggunakan cek sedangkan cash hanya untuk gaji pegawai.
"Metode cash hanya diberlakukan untuk pembayaran gaji. Saksi menyatakan apabila transaksi tidak tercatat di laporan keuangan, maka tidak ada transaksi," terang Junaedi.
Keraguan tim kuasa hukum atas bukti elektronik tanpa endorsement, akan tetapi juga diperparah dengan kualifikasi bukti digital yang tidak memenuhi syarat keandalan dan reliabilitas dari bukti digital sebagaimana diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Bukti yang dihadirkan dalam persidangan tidak ada bukti fisik, hanya bukti elektronik yang hanya disita saja dari Yulianti Noor tanpa dilakukan uji forensik, sehingga tidak diketahui secara pasti kapan data elektronik dibuat (created date) dan diubah terakhir (last modified date)," paparnya.