Tangis Hakim Pecah Curhat Kesejahteraan di MA: Baru Bisa Pulang Kampung Setelah 3 Tahun Tugas
Sebagai sesama hakim, Yusran mengaku hatinya teriris mengetahui hakim yang bersangkutan, yang notabene merupakan pejabat negara harus meregang nyawa
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ratusan hakim yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) mendatangi Gedung Mahkamah Agung (MA) di Jakarta, pada Senin (7/10/2024).
Adapun mereka bertujuan untuk menghadiri audiensi dengan MA beserta Komisi Yudisial (KY), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Audiensi tersebut digelar dalam rangka mendengar pendapat para hakim yang melakukan cuti bersama untuk menyampaikan protes imbas tidak adanya kenaikan gaji dan tunjangan profesi hakim selama 12 tahun terakhir.
Berdasarkan Lampiran II Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung, tercantum besaran tunjangan bagi Hakim Pratama di Pengadilan Tingkat II sebesar Rp8,5 juta.
Berdasarkan informasi, sebelum berangkat bersama-sama menuju gedung MA sekira pukul 11.45 WIB siang, para hakim berkumpul terlebih dahulu di posko SHI, di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Ratusan hakim itu kemudian tiba di gedung MA sekira pukul 12.11 WIB. Mereka kemudian diterima masuk ke gedung lembaga pemegang kekuasaan kehakiman itu, pada pukul 12.19 WIB.
Mereka mengenakan seragam biru tua yang dilengkapi pin warna emas sebagai tanda jabatan hakim di bawah MA, yang menempel pada bagian dada kiri seragam masing-masing.
Baca juga: Total Tunjangan dan Gaji Hakim Jika Naik 142 Persen, Terendah Capai Rp 25 Juta Lebih
Jumlah hakim yang cukup banyak itu mengharuskan sebagian hakim yang ikut di dalam rombongan organisasi SHI tidak dapat masuk sepenuhnya ke ruang audiensi. Beberapa hakim tampak mengikuti jalannya audiensi di ruangan lainnya, dengan menggunakan aplikasi komunikasi video.
Audiensi dimulai sekira pukul 13.18 WIB, di ruang Wirjono Prodjodikoro, di lantai 2 Gedung Utama MA. Para peserta audiensi duduk membentuk persegi.
Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Sunarto, Wakil Ketua MA Bidan Non-Yudisial Suharto, Anggota Komisi Yudisial (KY) Siti Nurjanah, Anggota KY Mukti Fajar Nur Dewata, dan Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata, tampak duduk dalam satu baris.
Sedangkan, Direktur Hukum dan Regulasi Bappenas Dewo Broto Putranto duduk di sisi sebelah kiri meja para pimpinan bersama para pejabat eselon II MA lainnya. Sedangkan, sisi kanan dan depannya diisi para hakim yang tergabung organisasi SHI.
Baca juga: Bukan Batu Tulis, Pertemuan Prabowo dan Megawati Bakal Digelar di Restoran Sederhana di Jakarta
Dalam audiensi tersebut, beberapa hakim menyampaikan keluhan-keluhan mereka terkait kurangnya perhatian negara terhadap kesejahteraan dan keamanan profesi hakim, khususnya bagi mereka yang bertugas di daerah. Misalnya, Yusran Ipandi Hakim Pengadilan Agama Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung.
Yusran mengatakan, Pasal 31 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan hakim pengadilan di bawah MA merupakan pejabat negara, yang melakukan kekuasaan kehakiman.
Menurutnya, aturan tersebut telah menegaskan bahwa ia bersama para hakim lainnya yang tergabung organisasi SHI sudah jelas berstatus sebagai pejabat negara.
Meski demikian, katanya, selama ini ia tidak pernah menikmati remunerasi dari jabatannya sebagai hakim.
"Yang selalu mencuat di media adalah, kalau kami menuntut atau meminta kesejahteraan selama 12 tahun tidak naik, dan juga 6 tahun sejak putusan 23. Betul kami minta," ucap Yusran dalam audiensi.
Menambahkan soal kurangnya kesejahteraan dan keamanan bagi profesi hakim, Yusran kemudian menyinggung peristiwa kematian seorang hakim Pengadilan Agama Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Januar (62) yang ditemukan meninggal dunia di dalam kamar kosnya, pada 17 September 2024 lalu.
Sebagai sesama hakim, Yusran mengaku hatinya teriris mengetahui hakim yang bersangkutan, yang notabene merupakan pejabat negara harus meregang nyawa dalam kondisi yang mengenaskan.
Diketahui, hakim Pengadilan Agama Purwodadi yang dikisahkan Yusran tersebut baru ditemukan setelah empat hari wafat. Hakim tersebut juga disebut tinggal seorang diri.
"Yang mengangkat itu jenazah, maaf sekali lagi saya sering bercerita ini, yang mengangkat jenazah itu menutup maskernya, Yang Mulia, mungkin tercium bau bagi mereka, tapi itu wangi bagi kami (para hakim)," kata Yusran kepada para pimpinan MA.
Baca juga: Jaksa Sebut Gazalba Saleh Poligami dengan Pejabat RSUD Pasar Minggu, Foto di Tempat Tidur Jadi Bukti
Berkaca dari peristiwa nahas tersebut, Yusran khawatir, bahwa hal yang sama mungkin saja bisa terjadi pada hakim-hakim yang lain.
Penyampaian pendapat berlanjut disampaikan oleh Hakim Pengadilan Negeri Madura Adji Prakoso. Ia tak kuasa menahan tangis saat menceritakan sulitnya pulang ke kampung halaman untuk menemui orang tuanya di Denpasar, Bali. Saat itu, ia tengah bertugas di Jambi.
Berdasarkan pengakuannya di tengah forum audiensi, ia baru mampu pulang ke kampung setelah tiga tahun bertugas di Pengadilan Negeri Jambi.
Meski demikian, katanya, kesulitan biaya untuk pulang kampung tidak menjadi godaan baginya untuk mencemarkan integritasnya sebagai hakim.
"Ini kalau kata keluarga besar, 'katanya kok hakim, tapi sebegitu sulitnya. Ini yang kami hadapi. Tapi kami tidak menggadaikan integritas kami (sebagai hakim). Kami ingin menjadi hakim yang bersih," ucap Adji dengan suara lirih dan berlinang air mata.
Baca juga: Soal Oknum Kepala Daerah Manipulasi Data Inflasi, Menteri Sri Mulyani Buka Suara
Ia kemudian menyebut, saat ini lebih dekat untuk pulang ke Denpasar lantaran telah dipindah tugas ke Pengadilan Negeri Madura.
Selanjutnya, seorang hakim wanita yang berdinas di Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Aceh, Fitriyanti, secara tegas mempertanyakan keseriusan para pimpinan MA dan KY serta pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan kesejahteraan dan keamanan bagi profesi hakim.
Menurutnya, visi MA untuk mewujudkan badan peradilan yang agung akan berat dilakukan dalam kondisi kesejahteraan hakim yang demikian. Sebab, persoalan kesejahteraan ini berpotensi mengganggu independensi hakim yang tergoda untuk lebih mendahulukan kebutuhannya melalui pihak-pihak yang berperkara di pengadilan.
Bahkan, di hadapan para pimpinan MA dan kementerian/lembaga lainnya, Fitriyanti menegaskan, jika pemerintah tidak berupaya meningkatkan kesejahteraan dan keamanan profesi hakim, ada dugaan bahwa negara sengaja menciptakan celah agar praktik-praktik mencari keuntungan dari pihak yang berperkara tetap ada di dalam dunia peradilan Indonesia.
Sehingga, ia menekankan, semaksimal mungkin negara harus berupaya menutupi celah bagi seorang hakim untuk berbuat yang menghinakan profesinya sendiri
"Kita di sini berusaha menjaga itu. Jangan sampai kalau keadaan ini dibiarkan seperti yang dikatakan kawan-kawan tadi, negara sengaja memberikan celah untuk itu, supaya apa, ada kepentingan lainnya, tapi yang tergadai adalah lembaga kami MA, dan keadilan yang diberikan," tegas Fitriyanti.
Dalam audiensi tersebut, SHI menyampaikan empat tuntutan, di antaranya mendukung pimpinan MA dan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) untuk mendorong perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah MA.
Kemudian, SHI mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim kembali didiskusikan demi terciptanya pengawasan yang lebih kuat kepada hakim dan menginginkan RUU Contempt of Court atau Penghinaan terhadap Pengadilan dapat segera diwujudkan.
Selanjutnya, organisasi profesi hakim itu juga menginginkan adanya aturan terkait pengamanan bagi keluarga hakim.
"Selama 12 tahun tidak mengalami perubahan dan penyesuaian. Tunjangan jabatan kami harus kami gunakan untuk biaya rumah, transportasi, kesehatan, anak, istri, dan orang tua kami," tutur Juru Bicara SHI Fauzan Arrasyid, dalam audiensi.
MA: Anggaran Terbatas
Menanggapi keluhan para hakim dari SHI, Wakil Ketua MA Sunarto mengatakan, satu-satunya masalah yang dihadapi pihaknya saat ini adalah terbatasnya anggaran pemerintah.
Ia menyebut, MA telah bernegosiasi dengan beberapa kementerian/lembaga terkait seperti Bappenas dam Kemenkeu terkait peningkatan besaran remunerasi untuk para hakim. Namun, hal tersebut belum berbuah manis.
"Kebetulan 'anginnya' enggak ke Mahkamah Agung. Semoga pemerintahan yang baru, 'anginnya' mengarah ke Mahkamah Agung," ungkap Sunarto di hadapan para peserta audiensi.
Suarakan ke Prabowo
Sementara itu, Juru bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, kesejahteraan hakim sangat potensial menjadi pintu masuk bagi perbuatan-perbuatan yang dapat melanggar kode etik dan integritas hakim.
Katanya, KY mendorong kinerja hakim agar tidak melakukan pelanggaran kode etik hakim.
Di sisi lain, pihaknya selama ini telah melakukan pemantauan hakim ke berbagai daerah. Ia mengaku merasa miris, banyak hakim tidak mendapat fasilitas keamanan dan perumahan.
Baca juga: Oknum Jaksa dan Suaminya Anggota Polisi di Bengkalis Riau Jadi Tersangka Kasus Penanganan Narkoba
Mukti menuturkan, Ketua KY Amzulian Rifai telah melakukan pertemuan dengan Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto.
Ia menilai, Prabowo menyambut baik usulan peningkatan kesejahteraan hakim.
"Beberapa waktu lalu KY bertemu dengan Presiden terpilih Pak Prabowo, semoga eksekutif bisa mendukung apa yang menjadi keresahan dari bapak ibu sekalian," ujar Mukti.
Lebih lanjut, Mukti menyampaikan, usulan SHI mengenai peningkatan kesejahteraan hakim saat ini tengah dalam pembahasan sejumlah kementerian/lembaga terkait.
Hal tersebut dibenarkan Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata, yang mengatakan, sebenarnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah memberikan usulan kepada Kementerian Keuangan terkait rentang jangkauan besaran kenaikan gaji dan tunjangan profesi hakim.
Usulan tersebut diajukan Kementerian PANRB kepada Kemenkeu untuk mendapatkan persetujuan prinsip mengenai penindaklanjutan usulan tersebut. Kata Isa, Kemenkeu juga telah memberikan respons atas besaran kenaikan gaji dam tunjangan hakim usulan Kementerian PANRB tersebut.
"Bahwa respons dari Menteri Keuangan sudah diberikan pada Oktober. Dan kira-kira harusnya tidak ada perbedaan pendapat dengan Kementerian PANRB untuk diproses lebih lanjut. Dan proses lebih lanjutnya ini nanti dalam bentuk RPP (rancangan peraturan pemerintah)," ucap Isa, dalam audiensi.
Adapun Isa menuturkan, pemerintah belum akan mengumumkan besaran kenaikan gaji dan tunjangan bagi hakim tersebut ke publik. Sebab, hal itu baru dapat dilakukan setelah disetujui Presiden dan ditetapkan sebagai dokumen Peraturan Pemerintah (PP).