Aktivis Lingkungan Sebut Keberadaan Smelter Tekan Penyelundupan dan Topang Ekonomi Warga
Menurutnya, sebelum adanya smelter, PT Timah mendominasi pengelolaan timah di Bangka Belitung.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Acos Abdul Qodir
"Dulu, saat timah masih bebas ditambang rakyat, orang bahkan tidak berani mengambil motor dengan kunci tertinggal. Sekarang, jangankan motor, gas 3 kg saja diambil. Artinya, ada perbedaan signifikan di tingkat kriminalitas," ungkapnya.
Baca juga: Hakim Cecar Eks Petinggi PT Timah Terkait Sosok yang Bekingi hingga Berikan Modal ke Penambang Liar
Meski begitu, kesejahteraan masyarakat tetap menjadi prioritas, terutama bagi mereka yang hidup bergantung pada tambang timah.
Pembina Yayasan Rehabilitasi Alam Bangka ini pun menyoroti pentingnya kerja sama antara pemilik lahan tambang dan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) agar rakyat tetap dapat terlibat secara legal dalam kegiatan tambang.
"Pada 2018, masyarakat banyak yang masih menambang. Dengan konsep kerja sama ini, kita bisa menyelamatkan mereka yang tidak paham hukum. Yang penting mereka punya akses kerja tanpa menyelundupkan hasilnya," jelasnya.
Keberlanjutan lingkungan juga menjadi perhatian. Reklamasi lahan bekas tambang dilakukan secara sporadis untuk memulihkan kawasan yang rusak. Banyak lahan bekas tambang kini dimanfaatkan untuk berbagai fasilitas, termasuk kantor pemerintahan.
"Kantor gubernur dan Polda itu berdiri di bekas tambang. Selain itu, banyak juga lahan yang dijadikan kolam setelah direklamasi," tambahnya.
Keberadaan smelter tidak hanya mengurangi penyelundupan dan memberikan stabilitas ekonomi, tetapi juga mendorong masyarakat untuk terlibat secara legal dalam tambang, sembari memastikan keberlanjutan lingkungan melalui reklamasi yang bertanggung jawab.
Tantangan seperti smokel dan kriminalitas tetap menjadi perhatian, namun langkah-langkah yang telah diambil menunjukkan arah perbaikan yang signifikan.