Aniaya dan Bakar Warga, Bripka Lulus Meneteskan Air Mata Penyesalan Saat Disidang
Sidang lanjutan terhadap oknum Polres Kudus, Bripka Lulus Rahardi, dilanjutkan pada hari ini, Senin (16/3) di Pengadilan Negeri (PN) Kudus.
Editor: Sugiyarto
Dalam kegelapan tersebut ia sempat melihat kobaran api, yang lokasinya berjarak sekitar 20 meter dari mobil yang ia tumpangi.
"Saya melihat sekilas, saat menoleh sebentar," ucapnya.
Ia mengaku mendengar jerit kesakitan yang ia yakini sebagai suara Kuswanto.
"Saya dengan teriakan 'Allahu Akbar', 'Aduh', 'Ampun pak!, Sakit pak! Sakit!'. Suaranya jelas, saya mengenalinya," sambung dia.
Beberapa saat setelah itu, menurutnya, mereka semua dibawa ke Mapolres Kudus, menggunakan satu mobil.
Saat itu, dikatakannya, ia duduk di barisan kursi paling belakang. Sementara Kuswanto diletakkan di belakang kursinya alias di bagasi. "Tangannya diikat ke belakang, mata ditutup. Saya ndak melihat jelas," ucapnya.
Sementara kesaksian Korban Kuswanto membeberkan kronologi kejadian yang menimpanya.
"Sore itu, sebelum kejadian tanggal 28 November 2011, saya didatangi lima orang teman di rumah. Saya diminta untuk pergi, karena dicari polisi," ujar Kuswanto, mengawali keterangannya.
Lantaran tak merasa bersalah, ia pun enggan menuruti saran kelima temannya tersebut. Mereka, Susanto, Agung, Suprat, Muhadi, dan Soleh alias Bajil.
"Kemudian, saya ajak mereka untuk nongkrong di Cafe Perdana, di Jalan Lingkar Jetak, sampai sana sekitar pukul 17.30," ujarnya.
Selang sekitar setengah jam kemudian, cerita Kuswanto, datang dua mobil, Jazz warna putih dan Xenia warna hitam.
Tanpa banyak bicara, Kuswanto yang saat itu sedang mengobrol dengan operator cafe, di teras, langsung dicokok oleh seorang anggota dan dimasukkan ke dalam mobil Jazz.
"Di dalam, saya dipukuli, diminta mengaku sebagai pelaku perampokan toko es krim. Tangan saya diborgol, dan mata saya juga dilakban," ucapnya.
Saat disinggung majelis hakim, kenapa dia bisa mengetahui bahwa yang menangkapnya adalah polisi, Kuswanto mengaku mengenal mereka.