Ikut Serta Korupsi Alat Kesehatan, Direktur PT A2LA Dihukum 1 Tahun 4 Bulan Penjara
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Arinto yaitu 1 Tahun dan 6 bulan penjara.
Penulis: Wakos Reza Gautama
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribun Lampung, Wakos Gautama
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Majelis hakim memvonis Direktur PT Aji Agung Langgeng Abadi (PT A2LA) Ardy Priyanto Pengestu dengan pidana penjara selama satu tahun dan empat bulan.
Majelis hakim menyatakan Ardy terbukti bersalah ikut serta korupsi pengadaan sembilan paket alat kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung tahun anggaran 2012.
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menghukum Ardy dengan pidana denda sebesar Rp 50 juta subsidair enam bulan kurungan. "Terdakwa juga diharuskan membayar kerugian negara sebesar Rp 150 juta," kata hakim ketua Cokro Hendro Mukti di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang, Rabu (20/7/2016).
Apabila terdakwa tidak mampu membayar kerugian negara, ujar Cokro, harta bendanya akan disita. Jika harta benda sitaan tidak juga bisa membayar jumlah kerugian negara, tambah Cokro, diganti dengan pidana penjara selama satu tahun.
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Arinto yaitu 1 Tahun dan 6 bulan penjara.
Dalam dakwaannya, Arinto mengatakan perbuatan itu berawal ketika adanya informasi mengenai proyek pengadaan alkes pada 9 puskesmas di Propinsi Lampung.
Dalam prosenya, terdakwa Ardy bersama Buyung Abdul Azis (berkas terpisah) meminta surat dukungan kepada 11 perusahaan agen alkes untuk diberikan dipergunakan sebagai syarat kelengkapan dalam surat penawaran PT A2LA.
Surat penawaran pun masuk dari 5 perusahaan. Namun dari perusahaan yang mengajukan penawaran, 2 perusahaan diantaranya yaitu PT A2LA, PT Siti Nadya Bersaudara, dan PT Karya Pratama telah melakukan persekongkolan untuk memenangkan tender pekerjaan itu.
Kemudian pantia lelang menetapkan PT A2LA sebagai pemenang proyek. Kemudian terdakwa Ardy yang tidak memiliki modal yang cukup mengalihkan pekerjaan tersebut kepada PT Karya Pratama.
Perbuatan terdakwa Ardy Priyanto dan Alvi Hadi Sugondo (berkas terpisah) sebagai Direktur PT Karya Pratama telah mengatur penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
"Penyusunan HPS itu tidak berdasarkan data harga pasar setempat yang dikalkulasikan secara keahlian dan tidak berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga HPS tersebut menjadi jauh lebih tinggi dari harga pasar yang wajar,” kata Arinto.(*)