KPK Periksa 12 Saksi Pemkab Kepulauan Meranti Terkait Kasus Korupsi Bupati Non Aktif Muhammad Adil
(KPK) melakukan pemeriksaan terhadap 12 orang saksi terkait tiga kasus melibatkan Bupati Non aktif Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Muhammad Adil
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap 12 orang saksi terkait tiga kasus melibatkan Bupati Non aktif Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Muhammad Adil, Kamis (13/4/2023).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan adapun saksi-saksi itu merupakan jajaran pejabat yang berada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.
"Hari ini Kamis 13 April 2023 pemeriksaan saksi dugaan korupsi penerimaan fee jasa travel umroh dan dugaan korupsi pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau untuk tersangka MA dan kawan-kawan," ucap Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (13/4/2023).
Selain pemeriksaan kasus travel umroh dan suap anggaran keuangan, KPK dikatakan Ali juga melakukan pemeriksaan perihal kasus pemotongan anggaran yang juga melibatkan Muhammad Adil.
"Pemeriksaan saksi TPK (Tindak Pidana Korupsi) pemotongan anggaran seolah-olah sebagai hutang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022/2023," jelasnya.
Adapun 12 saksi yang dilakukan pemeriksaan sebagai berikut;
1. Bambang suprianto, Sekda Pemkab Kepulauan Meranti
2. Syafrizal, Kabag kesra Pemkab Kepulauan Meranti
3. Mardiansyah, PNS
4. Suardi, Kadis Dikbud Pemkab Kepulauan Meranti
5. Eko Setiawan, Plt kepala pelaksana badan penanggulangan bencana daerah pemkab kepulauan meranti
6. Piskot ginting, Kepala Dinas Perhubungan Pemkab Kepulauan Meranti
7. Marwan, Kadis perindag pemkab kepulauan meranti
8. Tengku Arifin, kadis koperasi pemkab kepulauan meranti
9. Sukri, plt kadissos Pemkab Kepulauan Meranti
10. Muhlisin, plt Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Pemkab Kepulauan Meranti
11. Fajar Triasmoko, Jadis PUPR Pemkab kepulauan Meranti
Baca juga: KPK Sita Dokumen dan Bukti Elektronik Terkait Kasus Korupsi Bupati Meranti Muhammad Adil
12. Amat Safii, plt kadis kominfo pemkab kepulauan meranti
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan jika Bupati Kepulauan Meranti, Riau, Muhammad Adil diduga melakukan tindak korupsi terhadap tiga klaster.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada Jumat 7 April 2023 dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih.
Adapun klaseter pertama yang disebutkan oleh Alexander adalah, Muhammad Adil diduga melakukan tindakan korupsi penerimaan fee jasa travel umrah.
Dimana, dalam kasus travel umrah, Bupati Meranti itu diduga menerima uang sebesar Rp 1,4 miliar dari PT Tanur Mutmainah lewat Fitria Nengsi selaku Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti.
Kemudian, Adil diduga memungut setoran dari pada satuan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) setempat.
Sementara itu, untuk kasus pemungutan setoran dari SKPD, hal itu diduga bersumber dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GUP). Besarannya sekitar 5 persen hingga 10 persen bagi setiap SKPD.
“Masing-masing SKPD yang kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada Adil,” ujar Alex.
Selanjutnya, Adil juga diduga menyuap Fahmi dengan uang sekitar Rp 1,1 miliar terkait pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
Atas ketiga perkara ini, KPK menetapkan Muhammad Adil sebagai tersangka suap.
Adil disangka melanggar Pasal huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ia juga disangka sebagai pemberi suap dan disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian, Fahmi sebagai tersangka penerima suap disangka Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.