Modus Pimpinan Pondok Pesantren di Lombok Cabuli Puluhan Santriwati, Korban Diimingi 'Rayuan Surga'
AKBP Hery Indra Cahyono menjelaskan, kedua tersangka memiliki modus rayuan untuk melancarkan aksi cabulnya ke korbannya yang berusia di bawah umur.
Editor: Muhammad Zulfikar
Kedua tersangka memiliki modus rayuan untuk melancarkan aksi cabulnya ke korbannya yang berusia di bawah umur.
Baca juga: Pimpinan Ponpes di Lombok Timur Perkosa Santriwati, Perdayai Korban Sebut Hubungan Itu Direstui Nabi
Pelaku Mengaku Difitnah
Oknum pimpinan pondok pesantren (Ponpes) Lombok Timur LMI dan HSN, tersangka pelecehan seksual santriwati menunjukkan ekspresi berbeda saat digiring polisi.
LMI yang merupakan ketua yayasan hanya terdiam dan sempat tersenyum.
Sedangkan HSN berteriak dan mengaku dirinya hanya difitnah.
HSN berteriak saat ditanyakan wartawan usai konferensi pers, di markas Polda NTB, Selasa (23/5/2023).
Bahkan HSN sempat beberapa kali meneriaki kalimat fitnah, bohong, dan mengaku sedang sakit dan harus dioperasi ketika ditangkap oleh polisi.
"Fitnah, Fitnah. Saya sedang sakit dituduh, sedang operasi, fitnah semuanya, bohong," kata HSN, ketika ditanyakan apakah ia menjadi pelaku pencabulan santriwati di bawah umur.
Berbeda dengan pria inisial LMI, dia hanya terdiam ketika ditanyakan beberapa pertanyaan oleh wartawan.
Baca juga: Pengurus Ponpes di Lombok Timur yang Jadi Tersangka Kasus Pencabulan Santriwati Merasa Difitnah
Sesekali tersenyum ketika digiring oleh pihak polisi usai konferensi pers di Polda NTB.
Kedua tersangka ditangkap Polda NTB karena diduga kuat menjadi pelaku utama kekerasan seksual.
Kapolres Lombok Timur AKBP Hery Indra Cahyono menjelaskan, dua tersangka memiliki modus rayuan untuk melancarkan aksi cabulnya ke korban.
"Modus pelecehan seksual ini tersangka melakukan seperti bujuk rayu untuk rayu untuk hubungan intim," ungkapnya.
LMI diamankan pada Kamis 4 Mei 2023, oleh Polres Lotim tanpa perlawanan di Kota Raja.
Sedangkan HSN ditangkap pada Selasa 16 Mei 2023, di Kecamatan Sikur, Lombok Timur.
Dua pelaku petinggi ponpes akan dijerat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Mereka terancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. (Tribunnews.com/TribunLombok/Kompas.com)