Pihak yang Bisa Kena Batunya jika Bohong di Kasus Guru Supriyani: Aipda WH, Penyidik hingga Kades
Berikut pihak pihak yang bisa kena hukuman jika berbohong alias terlibat rekayasa dalam kasus penganiayaan guru Supriyani ke muridnya di Konawe Selata
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Sri Juliati
Hal itu disampaikan Supriyani saat ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAM) Sulawesi Tenggara, Selasa (22/10/2024).
Susno Duadji Kritik Pelapor
Susno Duadji merasa prihatin menanggapi kasus guru honorer Supriyani (36) yang dituduh memukul anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan pengamatannya, Susno mencium adanya 'bau' rekayasa yang sangat tinggi dalam kasus ini.
Susno secara blak-blakan menyebut bahwa penyidik dan jaksa salah dalam menangani kasus ini dan tidak profesional.
"Kasus ini bau-baunya rekayasanya sangat tinggi. Kenapa saya menjadi sangat sedih? Pertama kasus ini sebenarnya tidak menjadi pidana, kalau penyidiknya, jaksanya, itu cerdas," ujar Susno Duadji seperti dikutip dari Youtube Nusantara TV yang tayang pada Jumat (25/10/2024).
Menurut Susno, guru sah-sah saja memukul anak didiknya jika berbuat kesalahan.
Tindakan yang dilakukan oleh Supriyani, jika terbukti, tidak bisa masuk ke dalam ranah pidana. Guru dilindungi oleh hukum.
"Kalau guru memukul muridnya, maka akan terbebas karena sudah terlindungi oleh yurisprudensi Mahkamah Agung, bahwa perbuatan seperti itu bukan perbuatan pidana, tidak bisa dipidana. Yang kedua, ada peraturan pemerintah tahun 2004 pasal 39 ayat 1, Pasal 39 ayat 2, Pasal 40, Pasal 41 yang mengatakan itu tidak bisa dihukum, itu bukan perbuatan pidana yang seperti itu," katanya.
Susno menduga pemukulan itu tidak dilakukan oleh Supriyani.
Luka anak didiknya itu menurut Susno mungkin berasal dari perkelahian atau terjatuh.
"Lebih parah lagi saya mendengar di medsos bahwa guru itu tidak melakukan hal itu. Si Ibu Supriyani ngajar di Kelas 1B muridnya itu di kelas 1A, bagaimana dia memukulnya? Nah, saya khawatir terjadi di luar sekolah, apakah dia berkelahi, jatuh atau di dalam rumah," jelasnya.
Di mata Susno, kasus ini ironis sekaligus bikin miris.
Sebab, jaksa, selaku aparat penegak hukum, memberikan pernyataan dalam kasus ini yang mengherankan Susno.
"Saya mendengar statement jaksa sangat miris di sini, mengatakan apa? 'Kami sudah menerima berkas sudah ada'. Ingat ini pidana, pidana itu yang diminta adalah kebenaran materiil. Ini (kasus) bukan perkara perdata, kalau perkara perdata sudah ada berkas, sudah ada pemeriksaan saksi, it's okay," jelasnya.
Sementara itu, anak-anak dijadikan saksi dalam kasus ini.
Padahal, anak tidak bisa dijadikan saksi.
"Kalau saksinya korban itu anak-anak, maka dia bukan saksi. Gugur itu saksi. Siapa saksi yang melihat? Saksi yang melihat patut dipertanyakan," katanya.
Sidang Diwarnai Aksi Teatrikal Guru
Pada sidang kedua Supriyani, sejumlah guru hingga masyarakat Konawe Selatan (Konsel) menggelar aksi memberikan dukungan terhadap guru honorer tersebut.
Massa tersebar di dua pintu masuk Pengadilan Negeri Andoolo yang menjadi lokasi sidang.
Guru dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) maupun Ikatan Guru Indonesia mulai berdatangan ke PN Andoolo sebelum sidang dimulai pukul 10.00 wita.
Demikian pula, gelombang mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Konsorsium Masyarakat Konawe Selatan.
Pengunjukrasa datang dengan menggunakan mobil pikap yang dilengkapi perangkat sound system.
Dalam orasinya, jenderal lapangan aksi, mengatakan, kedatangan mereka untuk mengawal agenda sidang guru Supriyani.
Sementara, di pintu masuk sisi kiri PN, rombongan guru dari PGRI pun berdatangan dengan membawa spanduk sembari berjalan kaki.
Aksi mereka pun diawali dengan aksi teatrikal yang menggambarkan sosok guru 'Ani' yang mengajar murid kemudian dituduh melakukan penganiayaan oleh orang tua murid.
Dalam sidang perdana, Supriyani, guru honorer sekolah dasar atau SD Negeri di Kecamatan Baito ini didakwa melakukan penganiayaan murid SD berinisial M seperti yang tertuang dalam Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Duduk perkara
Kasus Supriyani bermula pada April lalu.
Saat itu, tepatnya Rabu (24/42024), ia dituduh memukul seorang murid di tempatnya mengajar.
Ayah anak tersebut adalah Aipda Wibowo Hasyim yang juga Kepala Unit Intelijen Keamanan (Intelkam) Polsek Baito, tempat Supriyani dilaporkan.
Padahal, menurut Supriyani, ia tidak pernah memukul anak tersebut.
Pada hari yang dituduhkan, ia berada di kelas IB, tempatnya menjadi wali kelas.
Di kelas IA, kelas anak tersebut, ada guru lain, yaitu Lilis Herlina Dewi (50), yang sedang mengajar.
Dalam keterangannya di kepolisian, Lilis menerangkan bahwa ia berada di kelas dan tidak pernah ada pemukulan yang dilakukan oleh Supriyani.
Selain itu, bentuk luka yang dialami anak pelapor juga dianggap janggal.
Berdasarkan hasil visum, anak tersebut mengalami luka memar dan lecet di paha belakang dengan warna kehitaman dan bentuk tidak beraturan.
Luka itu berukuran panjang 6 sentimeter (cm) dan lebar 0,5 cm, sedangkan pada paha kiri panjang 3,3 cm dan lebar 1,5 cm. Luka ini sesuai hasil visum Puskesmas Pallangga pada Jumat (26/4/2024).
Dalam dakwaan, Supriyani dituduh memukul satu kali menggunakan sapu ijuk.
Saat pembacaan dakwaan pada sidang perdana, Kamis (24/10/2024), Supriyani hanya bisa menggeleng dan menyeka air mata.
Sementara itu, Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Komisaris Besar M Sholeh menyampaikan, pihaknya sedang mengusut prosedur yang dilakukan dalam penanganan kasus Supriyani.
Semua personel sedang diperiksa dan diinterogasi.
Pada Kamis (24/10/2024), Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sultra Bobby Sandri saat menemui massa aksi mengatakan, kasus ini diawasi Kejaksaan Agung.
Penyidik dan jaksa penuntut umum juga diperiksa secara internal.
(Tribunnews.com/Chrysnha, Nanda/TribunnewsSultra.com/Sugi Hartono/TribunJakarta.com/Satrio Sarwo Trengginas)