Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Membedah Anatomi Bunuh Diri: Motivasi dan Cara Pencegahan

Syahdan di pagi yang kudus, minggu 13 Mei 2018 terjadi peledakan di Surabaya di gerbang gereja Santa Maria Tak Bercela.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Membedah Anatomi Bunuh Diri: Motivasi dan Cara Pencegahan
Surya/HABIBUR ROHMAN
PEMBERSIHAN - Petugas melakukan pembersihan diarea ledakan bom di pintu sisi selatan Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jl Ngagel Madya Nomor-1 Surabaya, Minggu (13/5/2018). Total korban ledakan ini mencapai 16 orang dan diantaranya meninggal dunia. Gereja Santa Maria Tak Bercela merupakan gereja pertama yang terjadi ledakan sebelum dua gereja lain di kawasan Jl Diponegoro dan Jl Arjuno SURYA/HABIBUR ROHMAN 

Penulis: Sawedi Muhammad (Dosen Sosiologi Fisip Unhas)

TRIBUNNERS - Syahdan di pagi yang kudus, minggu 13 Mei 2018 terjadi peledakan di Surabaya di gerbang gereja Santa Maria Tak Bercela.

Publik pun panik mengetahui ledakan itu adalah aksi bunuh diri yang dilakukan oleh satu keluarga.

Baca: Air PDAM Mati Total, Warga Depok Mengaku Ada yang Sampai Tidak Mandi Pagi

Berbagai spekulasi bermunculan. Pelakunya diduga jaringan ISIS, Jamaah Anshar Daulah (JAD), Islam garis keras yang menghalalkan kekerasan dalam definisi mereka sebagai jihad melawan thogut.

Banyak kemudian yang bertanya, mengapa seseorang begitu gampang melakukan bunuh diri? Apa motivasinya dan dalam kondisi seperti apa seseorang dapat melakukan tindakan bunuh diri? Mengapa agama dijadikan alasan pembenaran dalam melakukan bunuh diri?

Frekuensi Bunuh Diri

Menurut WHO (2014), bunuh diri menjadi salah satu penyumbang terbesar kematian ummat manusia. Lebih dari 800.000 orang mati sia-sia setiap tahunnya akibat bunuh diri, dan angka ini terus mengalami peningkatan.

Berita Rekomendasi

Tahun 2017, WHO kembali menegaskan bahwa di setiap 40 detik terdapat seseorang bunuh diri di suatu tempat di dunia, dimana laki-laki prevalensinya 3 kali lipat dari perempuan.

Meski demikian, bunuh diri masih menjadi salah satu penyebab kematian yang dianggap remeh dan bahkan cenderung diabaikan. Bahkan di beberapa komunitas bunuh diri didiamkan karena dianggap memalukan dan secara kultural tabuh untuk dibicarakan.

Perspektif Sosiologis

Secara akademis tidak banyak teori yang membahas tentang bunuh diri, meski secara sosial dan politik bunuh diri telah menjadi pandemik yang sangat mengancam keteraturan sosial, bahkan dapat menggoyahkan peradaban manusia.

Salah satu karya klasik tentang bunuh diri (suicide) ditulis oleh sosiolog Emile Durkheim ).

Dalam "Suicide" Durkheim menegaskan dua dimensi sosial yang berpengaruh terhadap individu yaitu integrasi sosial (social integration) dan regulasi sosial (sosial regulation).

Kedua dimensi sosial tersebut berpengaruh langsung terhadap prilaku individu yang kemudian menentukan tindakan sosial yang dilakukan; termasuk diantarnya adalah bunuh diri. Durkheim kemudian membagi empat tipe bunuh diri yaitu (a) bunuh diri egois (b) bunuh diri altruis (c) bunuh diri fatalistik dan (d) bunuh diri anomik.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas