Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Batik Dalam Pemaknaan Kualitas Pelayanan Publik
Batik berasal dari bahasa Jawa yaitu “amba” yang berarti tulis dan “nitik” yang berarti titik. Yang dimaksud ialah menulis dengan lilin.
Editor: Setya Krisna Sumarga
OLEH : RES FOBIA, Dosen FH UKSW Salatiga; Alumni FH UNS, Graduate School of Policy Studies Kwansei Gakuin University, Japan
UNESCO telah menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity), pada 2 Oktober 2009.
Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan tanggal ini sebagai Hari Batik Nasional. Iskandar dan Eny Kustiyah (2017), menyebutkan elemen-elemen yang mendukung batik sebagai Indonesian Cultural Heritage ialah (1) perajin batik dan industri batik, (2) event batik; (3) museum batik, dan (4) batik sebagai tujuan wisata.
Tulisan populer ini masih harus dibaca berdasarkan banyaknya kajian akademik tentang batik.
Walau demikian, sebaiknya diperhatikan suatu hal yang setidaknya menurut penulis penting adanya, yaitu kearifan tradisional sering menginspirasi kerja kontemporer. Batik yang senyatanya sangat maknawi dapat membahani kualitas pelayanan publik.
Sekilas Tentang Batik
Dalam khasanah kebudayaan, batik merupakan salah satu bentuk seni kuno yang adiluhung.
Batik berasal dari bahasa Jawa yaitu “amba” yang berarti tulis dan “nitik” yang berarti titik. Yang dimaksud ialah menulis dengan lilin.
Membatik di atas kain menggunakan canting yang ujungnya kecil memberi kesan “orang sedang menulis titik-titik”.
Batik adalah seni gambar di atas kain untuk pakaian. Seni gambar ini tidaklah asal menggambar saja akan tetapi motif apa yang digambar juga memiliki makna filosofis.
Filosofi motif batik ini berkaitan erat dengan kebudayaan Jawa yang sangat kental dengan simbol-simbol yang sudah mengakar kuat dalam falsafah kehidupan masyarakat Jawa (Iskandar & Eny Kustiyah; 2017).
Keduanya menyebutkan, berkenaan dengan warisan budaya adiluhung berupa seni batik, maka eksistensi batik mengalami pasang surut dalam pencarian dan penemuan identitas kulturalnya.
Kesadaran akan identitas kultural ini melalui proses panjang dimulai dari unexamied cultural identity, cultural identity search sampai dengan cultural identity achievement.
Saat ini, Indonesia telah mencapai cultural identity achievement dengan dikukuhkannya batik sebagai intangible culture dari Indonesia oleh UNESCO.