Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Memprediksi Putusan MK dan Solusi
Sebenarnya MK sudah bisa disebut cukup sangat baik dan memberi secercah harapan dengan memanggil 4 menteri.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Sehingga sudah kasihan para Floristnya, Bunga2 Papan tsb juga hanya menjadi sampah yg mengotori lingkungan, untungnya oleh Sekretariat MK tidak dipajang didepan Kantor MK namun hanya diletakkan (=dikesampingkan) di dinding gedung sebelah MK.
Hal sama juga terjadi saat ada "Demo tandingan" alias Demo jadi-jadian kemarin (Jumat, 19/04/24) dimana sempat disebut2 akan datang "96,2 juta" massa dari kelompok tertentu dan setelah diinterogasi bbrp "mahasewa" (bukan mahasiswa) yg tampak demo, ternyata mereka sendiri tidak tahu nama kampusnya sendiri dan tampak plonga-plongo saat ditanya, persis seperti kalau orang yg sebenarnya memang tidak bisa bicara dan ketahuan Alat bantu bicara alias Feedingnya.
Apalagi sudah jadi rahasia umum kalau mereka2 ini memang hanya dibayar 45rb sd 55rb sebagaimana banyak beredar chatnya di berbagai media sosial, sangat ironis dan memalukan karena persis seperti modus gentong babi dalam BanSos.
Kembali pada bagaimana Hasil Rapat Permusyawaratan Hakim MK, apakah akan Menerima sepenuhnya Gugatan 01 dan 03, Menolak Sepenuhnya Gugatan 01 dan 03 atau Menerima sebagian Gugatan 01 dan 03 tersebut, tentu semua ada Plus minus dan konsekuensinya masing2 yg tidak mudah.
Apalagi jika misalnya Gugatan 01 dan 03 diterima sepenuhnya, maka akan ada Diskualifikasi salahsatu Cawapres atau bahkan Paslon 02 seluruhnya dan dilakukan Pemilu Ulang yg hanya diikuti Paslon 01 dan 03, atau jika hanya Cawapres saja yg di diskualifikasi maka harus ada mekanisme penunjukkan Cawapres baru (bahkan ada usulan melibatkan DPR dsb).
Tentu soal Diskualifikasi ini bisa jadi persoalan yg paling rumit, apalagi mengingat bagaimana perilaku (baca: Kotor) yg dilakukan selama ini dgn kelihatan semua unsur dan kekuatannya, bisa2 malah para Hakim MK memilih utk Play safe dgn main aman dan hanya mengabulkan sebagian tuntutan, termasuk Pemilu Ulang di beberapa daerah, namun tidak berani menyentuh soal Diskualifikasi tersebut.
Meski sebenarnya yg di diskualifikasi bukan Paslon keseluruhan (Capres dan Cawapres) tetapi cukup Cawapresnya saja yg bermasalah besar, karena dianggap Capres masih bisa ditolelir meski banyak juga "catatan"-nya, baik nasional maupun internasional.
Saya sendiri berpendapat, tentu saja sekalilagi ini (maaf jika ada yg tidak berkenan) karena benar2 hanya selaku masyarakat biasa dan samasekali terlepas dari kompetensi soal Telematika, Multimedia, AI atau OCB selama ini, bilamana Opsi "the best from the worst" adalah dilakukan Pemilihan Umum Ulang secara total semuanya, alias diikuti kembali oleh ke-3 Paslon yg sama, namun dengan Pengawasan yg sangat ketat semuanya, misalnya termasuk Larangan KPK utk pembagian BanSos yg baru sebelumnya dan Pemantauan yg sangat ketat terhadap kinerja KPU, Bawaslu dan terutama SIREKAP-nya utk menghindari Settingan atau Penyisipan Algoritma dan JSON-Script seperti sebelumnya, bahkan Cloud-Server diawasi tidak perlu sampai di Alibaba dgn Software diAuidit IT Forensik dan Sertifikasi sebelumnya.
Dengan Pemilu diulang lagi secara total begini memang pasti tidak memuaskan semua pihak, namun solusi ini yg tampaknya belum terpikir diberbagai Opsi penyelesaian yg ada.
Dengan demikian diharapkan dgn pertarungan bak "total football" tsb sudah tidak bisa dilakukan modus2 sebagaimana sebelumnya, karena kini masyarakat sudah tahu dan faham cara2 (kotor) sebelumnya sebagaimana yg sudah tayang baik di film "Dirty Vote" maupun "Dirty Election" yg mengungkap modus2 curang hingga kejahatan Pemilu 2024 kemarin.
Semua mata dan telinga mengawasi bahkan kalau perlu Undang pemantau Internasional yg selama ini sudah mencermati bagaimana karut marutnya Pemilu di Indonesia sebagaimana tulisan terakhir di New York Times, The Guardian, The Economist dan media2 mainstream LuarNegeri lainnya. Namun apakah ini bisa jadi Solusi terbaik? Wallahuallam bissawab ...
KRMT Roy Suryo - Meski sehari2nya selaku Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen yg memperoleh Gelar Dr (ASLI), namun khusus saat menulis ini selaku Masyarakat biasa.