Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menyoal Independensi Seleksi Capim KPK
Proses seleksi Capim KPK yang selama ini berlangsung dan bagaimana cara menjamin netralitas atau independensinya.
Editor: Hasanudin Aco
Yang dimaksud dalam hal ini adalah proses seleksi capim KPK, mulai dari jaminan independensi dan netralitas Pansel hingga proses rekrutmennya. Dalam aturannya, proses ini dilakukan berdasarkan peraturan dan pedoman untuk menjaga netralitas Pansel hingga penyerahannya pada Presiden.
Namun yang menjadi dilema ialah faktor subyektivitas dan tujuan dari proses itu sendiri. Jika kita kaji lebih dalam, faktor subyektivitas dari cara meneliti rekam jejak dan kompetensi yang kualitatif tentu akan berbeda antara seorang dengan yang lainnya.
Subyektivitas tidak dapat dihindari namun perlu untuk dibatasi. Obyektivitas dan imparsialitas yang kemudian diprioritaskan. Oleh sebab itu aturan yang ada mengatur bahwa Pansel melibatkan berbagai unsur.
Lebih jauh lagi, diskursus berlanjut pada subyektivitas Presiden dalam hal ini kekuasaan eksekutif. Tidak dapat dipungkiri bahwa seleksi ini bermuara pada kewenangan Presiden untuk mengajukan nama-nama capim KPK kepada DPR.
Untuk menghindari kesewenangan atau kekuasaan mutlak, maka dalam aturan, DPR menjadi penentu akhirnya, mengingat fungsi legislatif DPR dalam melakukan pengawasan terhadap eksekutif. Presiden akan mengajukan nama-nama tersebut pada DPR setelah mendapat rekomendasi dari Pansel.
Maka jika ada opini bahwa pansel tersandera dengan titipan istana atau dalam hal ini Presiden, fenomena ini tentu wajar dan relatif mungkin dapat terjadi mengingat penentu akhir adalah Presiden dan berkaitan dengan pelaksanaan kekuasaan.
KPK sendiri merupakan aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan “superbody” dalam menentukan arah kebijakan pelaksanaan pemberantasan korupsi yang sangat strategis.
KPK dan penegakan hukum pada prinsipnya memiliki celah yang dapat dijadikan alat untuk menyingkirkan lawan politik. Isu independensi dan netralitas selalu dikaitkan dengan kekuasaan dan politis.
Tidak ada jaminan, sekalipun dalam negara demokrasi seperti di Indonesia yang menganut demokrasi konstitusional dan pembagian kekuasaan, permasalahan penggunaan sistem penegakan hukum untuk pengamanan bukan hal yang tidak mungkin terjadi.
Oleh sebab itu, publik menantikan hasil dari Pansel Capim KPK, dengan harapan dapat mengawal proses pemilihan ini.
Syaratnya tentu Pansel yang dibentuk Pemerintah ini harus bekerja tanpa tekanan, memastikan tidak adanya conflict of interest, dan melakukan proses seleksi yang ketat dan terbuka.
Alhasil nantinya, publik berharap dapat menilai rekam jejak para capim KPK, kualitas, kapasitas, serta visi dan misinya.
Melihat dari pengalaman dan celah yang mungkin dapat timbul, maka publik juga sangat berharap pada DPR dalam mengawal proses rekrutmen atau seleksi ini dari pengaruh kekuasaan dan parsialitas.
Harapan publik tentu digantungkan pada DPR agar nantinya dapat bekerja secara independen dan tidak dipengaruhi oleh kekuasaan eksekutif.