Senjata tersebut dikerahkan dan digunakan Kyiv untuk menyerang pasukan pro-Rusia di Donbas dalam beberapa bulan terakhir.
Turki juga secara ekonomi bergantung pada Rusia, dengan jutaan turis Rusia membawa mata uang asing yang sangat dibutuhkan setiap tahun ke negara itu, dan Ankara sangat bergantung pada gas alam dari pemasok Rusia.
Baca juga: Klaim Rusia Siap Serang Ukraina, Amerika Serikat Minta Dewan Keamanan PBB Bersikap
Awal Mula Konflik Rusia-Ukraina
Ukraina merupakan bagian dari Kekaisaran Rusia selama berabad-abad sebelum menjadi Republik Uni Soviet dan merdeka saat Uni Soviet bubar pada 1991.
Dilansir Al Jazeera, sejak saat itu Ukraina menjalin hubungan dekat dengan Barat dan melepaskan warisan Kekaisaran Rusia.
Pada 2014, terjadi kerusuhan besar yang disebut Revolution of Dignity di Ukraina karena mantan Presiden Viktor Fedorovych menolak perjanjian asosiasi dengan Uni Eropa demi hubungan yang lebih dekat dengan Moskow.
Ini menyebabkan protes besar-besaran untuk menggulingkan Fedorovych dari jabatannya.
Baca juga: Presiden AS Joe Biden Ancam Sanksi Pribadi Terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin Terkait Ukraina
Baca juga: Situasi Memanas, Ini Akar Konflik Ukraina dan Rusia hingga NATO Kirim Bantuan
Menanggapi hal ini, Rusia kemudian mencaplok Semenanjung Krimea di Ukraina dan mendukung kelompok pemberontak separatis di timur Ukraina.
Ukraina dan Barat menuduh Rusia mengirim pasukan dan senjata untuk mendukung pemberontak, namun Moskow berdalih warga Rusia yang bergabung dengan separatis adalah simpatisan.
Menurut Kyiv, lebih dari 14.000 orang tewas dalam pertempuran yang menghancurkan Donbas, jantung industri timur Ukraina.
Sementara itu, Moskow mengecam keras AS dan sekutu NATO-nya karena menyediakan senjata bagi Ukraina dan mengadakan latihan bersama.
Berita lain terkait dengan Konflik Rusia
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Ika)