"Meskipun demikian, perpecahan – mungkin di sepanjang Sungai Dniepr – tetap menjadi kemungkinan,” tambah Deni.
Baca juga: Rusia Invasi Ukraina, Ini Daftar Pabrikan Otomotif yang Tangguhkan Ekspor ke Negara Putin
Dikutip news24, secara umum, pilihan Putin tampaknya menurun dari hari ke hari.
“Saya pikir pilihan Putin cukup terbatas. Rusia kini terjebak dalam meraih semacam kemenangan di Ukraina," tambah Nitoiu.
"Negara-negara seperti China, India atau Iran mengawasi dengan cermat, dan tidak dapat menyatakan kemenangan pasti akan merusak citranya sebagai kekuatan militer yang kuat,” kata Nitoiu.
Hal paling penting, perang telah memiliki implikasi parah bagi status masa depan Rusia.
Baca juga: 520 Ribu Lebih Pengungsi Meninggalkan Ukraina Sejak Rusia Kobarkan Perang
“Adil untuk mengatakan bahwa di Eropa, negara-negara seperti Jerman atau Finlandia yang menganut strategi militer yang terkendali, memandang Rusia sebagai musuh dan telah meningkatkan anggaran militer mereka dalam kasus Jerman, atau menyatakan tujuan mereka untuk mengalihkan dari netralitas hingga keanggotaan NATO dalam kasus Finlandia,” kata Nitoiu.
Dengan itu, sebagian besar negara Eropa telah mengumumkan kesediaan mereka untuk tetap berbicara dengan Rusia. Namun, dialog terbuka tidak sama dengan rekonsiliasi.
“Gambaran arus pengungsi dari Ukraina serta kebakaran di kota-kota Ukraina akan sulit dihapus di benak orang Eropa dan Amerika," jelasnya.
"Jika Putin berhasil memasang pemerintahan boneka, ini akan menjadi pukulan besar bagi komitmen Barat terhadap demokrasi liberal dan akan menjadi preseden berbahaya bagi hubungan antarnegara di benua Eropa,” kata Nitoiu.
“Saya menduga bahwa segala jenis rekonsiliasi harus dari perspektif, dalam jangka menengah dan panjang, melihat Ukraina sebagai negara merdeka yang keputusannya untuk membuat pilihan tentang masa depannya dihormati oleh Moskow,” pungkasnya.
Berita lain terkait dengan Konflik Rusia Vs Ukraina
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)