Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta Indonesia untuk menginisiasi upaya bersama membawa pelaku dan aktor intelektual tragedi berdarah Urumqi di China pada 5 Juli 2009 ke Mahkamah Internasional.
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan upaya bersama Indonesia dengan negara - negara lain di dunia harus dilakukan, agar korban dan keluarga korban tragedi Urumqi bisa menerima keadilan atas peristiwa pilu tersebut.
“Diketahui jumlah korban tewas lebih dari 30 orang Uighur, sementara data dari The China Project menyebut 36 orang tewas dan 126 lainnya terluka,” kata AB Solissa kepada wartawan, Kamis (6/7/2023).
Angka ini, lanjut AB Solissa, berbeda dengan keterangan otoritas China setempat yang mengklaim hanya dua orang muslim Uighur yang tewas dalam peristiwa tersebut.
CENTRIS berpandangan bahwa kejahatan kemanusiaan yang terjadi dalam tragedi berdarah Urumqi, dapat segera dibawa ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan sejumlah bukti kuat.
Diantaranya, pengakuan saksi hidup dari orang-orang Uighur yang berhasil lolos dari peristiwa.
“Mereka mengaku melihat langsung pembantaian yang dilakukan polisi dan tentara China, serta pembunuhan oleh orang-orang Suku Han terhadap muslim Uighur di Urumqi. Ini bisa jadi novum baru,” jelas AB Solissa.
Adapun kata AB Solissa, berdasarkan ketetangan para saksi, diperoleh informasi jika polisi dan tentara Beijing dengan cepat membersihkan sisa-sisa pembantaian, sehingga esok harinya lokasi perkara telah bersih.
CENTRIS menduga tragedi Urumqi jadi titik awal upaya China untuk program genosida muslim Uighur.
Baca juga: Gelar Aksi Teatrikal, Massa Mahasiswa Minta Indonesia Bawa Tragedi Urumqi ke Mahkamah Internasional
“Pengganti Wang Lequan yakni Chen Quanguo yang, pada awal-awal tahun 2016 meluncurkan kebijakan pengawasan 24/7 di seluruh Xinjiang, memaksa sterilisasi wanita Uighur, dan memulai penghapusan budaya dan bahasa Uighur secara sistematis,” ungkapnya.
“Dan hingga detik ini, upaya genosida muslim Uighur terus dilakukan oleh Beijing, terutama di kamp-kamp konsentrasi di Xianjiang,” pungkas AB Solissa.