Pembantaian Rafah Dimulai, Anak-anak Palestina Mandi Darah Karena Bom Israel: Ambulans Pun Dihajar
TRIBUNNEWS.COM - Israel dilaporkan memulai prosedur serangan darat (ground invasion) ke Rafah, Gaza Selatan, dengan mulai mengintensifkan serangan udara.
Sabtu (10/2/2024), serangan udara Israel dilaporkan menewaskan 28 warga Palestina, termasuk sepuluh anak-anak, di Rafah.
Pembantaian itu terjadi beberapa jam setelah badan-badan bantuan dunia dan PBB memperingatkan kalau sejumlah besar warga Palestina akan mati jika Israel melanjutkan serangan militer skala besar ke Rafah.
Baca juga: Mesir Siagakan 40 Tank dan Puluhan Lapis Baja di Perbatasan Sinai Saat Israel Akan Serbu Rafah
Kota di perbatasan Gaza selatan adalah tempat sekitar 1,3 juta warga Palestina tinggal, termasuk ratusan ribu di kota-kota tenda.
“Ada rasa cemas dan panik yang semakin besar di Rafah,” kata Philippe Lazzarini, kepala badan UNRWA, kepada Reuters.
“Orang-orang tidak tahu ke mana harus pergi,” katanya.
Serangan ini juga membuktikan kalau isyarat evakuasi warga sipil lebih dulu sebelum ground invasion dari perdana menteri Israel, Benjamin Netanyahu, cuma formalitas dan basa-basi.
Baca juga: Sebut 4 Batalion Hamas Ada di Rafah, Netanyahu Ungkit Soal Amalek: Pemusnahan Massal Warga Sipil?
Pada hari Jumat, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan kalau tentara Israel (IDF) diperintahkan untuk menyusun rencana evakuasi penduduk dan menghancurkan empat batalion Hamas yang dikatakan masih berada di Rafah.
“Perang tidak diperbolehkan di kamp pengungsi raksasa,” kata Jan Egeland, sekretaris jenderal Dewan Pengungsi Norwegia.
Egeland memperingatkan akan terjadinya “mandi darah” jika pasukan darat Israel menyerang Rafah.
Baca juga: Menlu AS Datang, Israel Kirim Pasukan Darat Masuk Rafah, Perang Lawan Mesir Tak Terhindarkan?
Mahmoud Abbas Nyatakan Niat Israel Lakukan Pembersihan Etnis
Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas memperingatkan bahwa tujuan Israel adalah mengusir paksa warga Palestina ke Mesir sebagai pengulangan pembersihan etnis Israel terhadap warga Palestina pada Nakba 1948.
“Mengambil langkah ini mengancam keamanan dan perdamaian di kawasan dan dunia. Ini melanggar semua garis merah,” kantor Abbas mengumumkan.
Seorang pejabat Israel yang tidak mau disebutkan namanya mengklaim bahwa Israel ingin warga Palestina di selatan Gaza untuk kembali ke utara, tempat dimana banyak pengungsi berasal setelah rumah mereka dihancurkan oleh pemboman Israel.