Tujuan utama dari pembunuhan ini lebih dari sekadar penyelesaian masalah. Para pejabat Israel kini mulai memperdebatkan keefektifan penargetan para pemimpin Hizbullah.
"Mereka mulai menyadari bahwa kelompok perlawanan seperti Hamas dan Hzibullah beroperasi sebagai sebuah sistem bukan sekumpulan individu," katanya.
Amit Saar, mantan kepala unit penelitian intelijen militer Israel, menekankan hal ini, dan mencatat bahwa pembunuhan yang ditargetkan tidak akan mengubah arah gerakan perlawanan.
Pembunuhan Sekjen Hizbullah (sebelum Sayyid Hassan Nasrallah) Abbas al-Moussawi, tidak mengubah arah Hizbullah di Lebanon, dan ada orang-orang di belakangnya, dan mengkhiri konfrontasi. Pun demikian di Palestina.
"Meskipun demikian, pihak Israel melakukan pembunuhan ini karena beberapa alasan, yang paling utama adalah dampak psikologis, meningkatkan moral militer dan masyarakat Israel. Alasan lainnya adalah kompetisi internal, yang menunjukkan prestasi dalam institusi."
Salah kalkulasi
Bertentangan dengan narasi Israel, kelompok perlawanan, baik di Lebanon atau Gaza, belum terkena dampak signifikan dari pembunuhan tersebut.
Sebaliknya, peristiwa-peristiwa ini justru mendorong perlawanan untuk meningkatkan kemampuan pengintaiannya.
Banyak dari keberhasilan Hizbullah baru-baru ini berasal dari informasi intelijen yang dikumpulkan setelah tanggal 7 Oktober, yang menunjukkan kemampuan mereka untuk beradaptasi dan merespons secara efektif.
Pernyataan publik sejalan dengan penilaian di balik layar, yang mengungkapkan bahwa pembunuhan beberapa komandan lapangan tidak menghalangi perlawanan.
Sebaliknya, kerugian ini menjadi katalisator bagi perkembangan operasi, khususnya dalam pengumpulan intelijen.
Mengumpulkan informasi intelijen di titik-titik dan markas baru memerlukan upaya keamanan yang ekstensif. Menurut beberapa laporan, pekerjaan intelijen inilah yang paling menyusahkan pihak keamanan Israel, karena berdampak langsung pada operasi darat.
Meskipun orang Israel mungkin melihat pembunuhan yang ditargetkan sebagai sebuah pencapaian, hal ini sering kali hanya merupakan poin taktis dalam konflik yang sedang berlangsung.
"Sementara itu, di sisi lain, kelompok perlawanan memperkuat kemampuan intelijen dan keamanannya, mempertahankan bank-bank yang bergerak dan menjadi sasaran tetap," ujar Khalil.