Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Rizka Halida, mengatakan, masuknya Partai Golkar dan PAN dalam barisan pendukung Prabowo Subianto tak ditangkap publik sebagai bentuk intervensi dari Presiden Joko Widodo.
Menurut Rizka, mayoritas publik justru tak meyakini adanya arahan Jokowi terkait sikap politik Golkar dan PAN yang memutuskan mendukung Prabowo di Pilpres 2024.
Baca juga: Laskar Prabowo 08 Trisakti Bakal Deklarasi Dukung Prabowo Subianto Capres 2024
“Ketika kita tanyakan kepada masyarakat apakah bergabungnya Golkar dan PAN ke Prabowo merupakan arahan Jokowi, 41,4 persen menyatakan tidak percaya,” kata Rizka saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Swing Voters, Efek Sosialisasi dan Tren Elektoral Jelang Pilpres 2024’ secara virtual, Sabtu (30/9/2023).
Adapun survei dilakukan Indikator Politik Indonesia dalam rentang 25 Agustus – 3 September 2023, menempatkan 1.200 responden dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
Menurut Rizka, hanya 23,7 persen yang menaruh kepercayaan adanya arahan Jokowi dalam masuknya Golkar dan PAN ke barisan pendukung Prabowo.
Baca juga: Kaesang: PSI Terbuka untuk Dukung Ganjar, Prabowo, Bahkan Anies, tapi Jangan Kesusu
“Kebanyakan kurang atau tidak percaya (41,4 persen) bahwa bergabungnya Golkar dan PAN sebagai pendukung Prabowo Subianto merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo,” kata Rizka.
Di sisi lain, Indikator juga memotret persepsi publik yang menginginkan Jokowi tetap netral dalam kontestasi pesta demokrasi.
Rizka mengatakan, ada sebanyak 65,3 persen yang menyatakan Jokowi harus tetap netral.
Sebaliknya, ada 27,8 persen yang menilai Jokowi boleh mendukung atau berpihak kepada salah satu kandidat demi melanjutkan program kerjanya. “Mayoritas 65,3 persen lebih sesuai dengan pendapat bahwa Jokowi harus netral atau tidak berpihak pada salah satu capres tertentu,” kata Rizka.