Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laporan dana dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi janggal pada Pemilu 2024 tak bisa dijadikan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI sebagai alat bukti untuk dugaan tindakan pelanggaran.
"Data tersebut adalah data-data yang tidak bisa dijadikan alat bukti dalam hukum," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (19/12/2023).
Data-data itu, lanjut Bagja, saat ini masih pihaknya gunakan sebagai informasi awal bagi Bawaslu.
Selain itu data yang diberikan PPATK terhadap Bawaslu bersifat rahasia. Sehingga mereka tidak bisa untuk menyampaikan data tersebut ke publik.
"Kami sebutkan bahwa kami menerima surat laporan PPATK, kami harus menyebutkan juga bahwa dalam surat tersebut ada disclaimer," tuturnya.
"Disclaimer itu menyebutkan bahwa dari data tidak boleh disampaikan kepada publik," sambung Bagja.
Oleh sebab itu, kata Bagja, apabila pihaknya menyampaikan temuan PPATK itu kepada publik maka bisa menjadi masalah besar.
Dia menambahkan, data tersebut hanya bisa diteruskan dan ditelusuri oleh aparat penegak hukum. Sementara, Bawaslu hanya menangani yang berkaitan dengan dana kampanye.
"Bawaslu menangani pelanggaran berkaitan dengan dana kampanye. Kalau berkaitan dengan persoalan partai politik, dana dan lain-lain itu bukan kewenangan kami," tutur Bagja.