Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beredar di media sosial X (dulu Twitter) perbincangan mengenai aturan dalam UU Pemilu soal presiden boleh berkampanye. Perbincangan ini muncul usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan seorang presiden dan para menteri juga boleh untuk berkampanye.
Dalam salah satu cuitan, netizen mengirimkan sebuah tangkapan layar yang menunjukkan Pasal 299 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Bunyi pasal itu adalah "Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye sepanjang tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak jabatan masing-masing."
Mari cek kebenarannya.
Ternyata tangkapan layar yang dinarasikan sebagai isi dari UU Pemilu itu merupakan petitum atau bagian yang dimohonkan oleh pemohon di Mahkamah Konstitusi (MK).
Permohonan itu bernomor 166/PUU-XXI/2023 terkait perkara pengujian ketentuan mengenai citra diri peserta pemilu, yang diajukan oleh seorang advokat bernama Gugum Ridho Putra. Perkara tersebut saat ini masih berproses di MK, dan MK belum membacakan putusannya.
Tangkapan layar itu merupakan salah satu bagian dari rilis resmi di situs MK, untuk sidang pembacaan perbaikan permohonan yang digelar pada Senin (22/1/2024).
Sehingga tidak benar alias hoaks jika hal tersebut dinarasikan sebagai isi dari UU Pemilu saat ini.
Isi Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu yang Benar
Mengutip dari UU 7/2017 tentang Pemilu yang digunakan oleh KPU sebagai landasan pelaksanaan Pemilu 2024, pada Pasal 299 ayat (1) berbunyi "Presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye".
Baca juga: Tim Hukum AMIN Bakal Laporkan Jokowi ke Bawaslu Soal Presiden Boleh Memihak
Berikut isi lengkap dari Pasal 299:
(1) Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye
(2) Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota Partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
(3) Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota Partai Politik dapat melaksanakan Kampanye, apabila yang bersangkutan sebagai:
a. calon Presiden atau calon Wakil Presiden;
b. anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau
c. pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.
Baca juga: Aktivis Sebut Dukungan Jokowi ke Prabowo-Gibran Semakin Terang Benderang di Pilpres 2024
Selain itu dalam Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu, juga tertulis daftar pejabat negara yang tidak boleh dilibatkan dalam kampanye. Dalam daftar ini, presiden, menteri maupun kepala daerah tidak dilarang berkampanye.
Berikut daftar pejabat negara yang dilarang terlibat kampanye, baik sebagai pelaksana maupun anggota tim kampanye:
(1) Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
(2) Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
(3) Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
(4) Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan BUMN/BUMD
(5). Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
(6) Aparatur sipil negara (ASN);
(7) Anggota TNI dan Polri
(8) Kepala desa;
(9) Perangkat desa;
Baca juga: Ketua KPU RI: Jika Presiden Kampanye Harus Cuti dulu ke Dirinya Sendiri
(10) Anggota badan permusyawaratan desa.
Para menteri yang berkampanye diatur dalam Pasal 302 UU Pemilu. Mereka harus cuti.
(1) Menteri sebagai anggota tim kampanye dan/atau pelaksana kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 299 ayat (3) huruf b dan huruf c dapat diberikan cuti.
(2) Cuti bagi menteri yang melaksanakan Kampanye dapat diberikan 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa Kampanye.
(3) Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan Kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2)