TRIBUNNEWS.COM - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta untuk memberhentikan Kapolda Jawa Tengah, Irjen Ahmad Luthfi.
Desakan ini disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil menanggapi dugaan intervensi yang dilakukan kepolisian di wilayah Polda Jateng kepada akademisi, seperti Rektor Universitas Katolik Soegijapranata (Unika), Semarang, Ferdinandus Hindiarto.
Ferdi disebut diminta membuat video sanjungan untuk pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan dalih cooling system menjelang Pemilu 2024.
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil sekaligus Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani mengatakan pihaknya menilai intervensi yang dilakukan oleh jajaran Polda Jateng merupakan bentuk intimidasi.
Menurutnya, bukan tugas kepolisian untuk meminta testimoni positif terkait kepemimpinan Presiden Jokowi.
"Tugas kepolisian seharusnya adalah menjamin kebebasan berekspresi setiap guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya dalam menyampaikan kritik dan pendapat mereka terkait situasi yang terjadi hari ini," ungkapnya melalui keterangan tertulis, Kamis (8/2/2024).
Sebagai negara demokratis, lanjutnya, pemerintah dan penegak hukum seharusnya mendukung kebebasan berkumpul dan berpendapat yang dilakukan oleh perwakilan akademisi serta masyarakat sipil.
"Terlebih lagi, situasi panas terkait Pemilu 2024 justru dipicu oleh intervensi brutal Presiden Jokowi lewat Putusan MK No 90 dan kampanye terselubung serta politisasi bansos," ujarnya.
Polda Jateng, lanjut Julius, semestinya melakukan cooling system terhadap Presiden Jokowi agar tidak terus menerus merusak demokrasi, bukan civitas akademika kampus.
"Intervensi yang dilakukan oleh Polda Jateng melalui program cooling system merupakan tanda bahwa Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo menunjukkan wajah rezim otoritarian."
"Meminta testimoni positif di tengah gelombang civitas akademika yang sedang bersuara lantang menolak kecurangan Pemilu adalah bentuk pembungkaman terhadap masyarakat," ungkapnya.
Baca juga: Fakta-fakta Cerita Rektor Unika Diminta Buat Video Apresiasi Jokowi: Tegas Menolak sampai Ditelepon
Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak:
- Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk memberhentikan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, karena telah melanggar prinsip netralitas Polri dalam perhelatan politik Pemilu 2024 serta memproses hukum secara tegas terhadap siapapun di jajaran kepolisian yang telah melakukan pelanggaran maupun kejahatan Pemilu;
- Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk memerintahkan jajarannya untuk menjamin keamanan dan memberikan perlindungan terhadap kebebasan akademik dan berpendapat yang dilakukan oleh guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya.
- Kepolisian Daerah di Jawa Tengah untuk menghentikan intimidasi dan represi kepada masyarakat, khususnya lagi terhadap para guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya.
Pernyataan Rektor Unika
Berdasarkan penuturan Ferdi, seorang polisi yang mengaku sebagai anggota Polrestabes Semarang menghubunginya melalui pesan singkat WhatsApp, Jumat (2/2/2024).
Kala itu, dirinya hendak pergi ke Surabaya, Jawa Timur, untuk menghadiri pertemuan pimpinan perguruan tinggi Katolik di kota tersebut.
Meski sudah tegas memberikan penolakan terkait pembuatan video itu, Ferdi mengaku sampai ditelepon beberapa kali oleh si polisi.
Berdasarkan keterangan polisi yang menghubunginya, video tersebut nantinya akan diserahkan kepada Kapolda Jawa Tengah.
"Iya, video itu akan diserahkan ke Kapolda (Jateng). Namun, saya tolak untuk membuat videonya," katanya di Gedung Mikael Kampus Soegipranata Semarang, Jawa Tengah, Selasa (6/2/2024), dilansir TribunJateng.com.
Ferdi menolak membuat video karena yang diminta berupa konten mengapresiasi kinerja Presiden Jokowi selama sembilan tahun terakhir.
Kemudian, Pemilu 2024 ini perlu mencari penerus dari Presiden ke-7 Indonesia itu.
"Kami nyatakan tidak (bikin video) karena kami memilih sikap itu. Kami bukan membenci. Semisal hal baik, maka dibilang baik. Sebaliknya, ketika ada sesuatu tidak pas ya bilang tidak pas."
"Saya sampai ditelepon berulang kali oleh si polisi. Saya tak mengangkat telepon karena sudah jelas jawaban di chat WA (WhatsApp)," paparnya.
Kata Polisi
Sementara itu, Polrestabes Semarang telah buka suara terkait masalah ini.
Menurut Menurut Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, ajakan terhadap Rektor Unika maupun tokoh masyarakat lainnya hanya berupa ajakan untuk pemilu damai.
"Tidak ada sama sekali, sekali lagi saya ulangi bahwa ajakan kepada tokoh masyarakat tokoh agama pemuda termasuk ada mahasiswa civitas akademika itu mengajak men-support terciptanya pemilu damai," katanya di Kota Semarang, Selasa.
Dia menyebut penolakan pembuatan video dari Rektor Unika bagian dari pilihan.
"Yang unika itu kan yang kami tangkap itu pilihan. Kami berhadapan dengan orang-orang dengan intelektual yang bagus."
"Punya pilihan narasi-narasi mana yang disampaikan untuk memberikan kesejukan bagi warga Kota Semarang," jelasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Satake Bayu, mengatakan dalam rangka menjaga pemilu ini ada kegiatan cooling system.
Caranya dengan meminta beberapa tokoh, baik tokoh agama, tokoh masyarakat, dan orang-orang yang punya kompetensi untuk bisa membantu situasi kamtibmas bisa berjalan aman lancar dan tertib lewat pesan video.
Meski begitu, dia menegaskan tak ada arahan untuk pasangan calon (paslon) tertentu dalam Pemilu 2024 ini.
"Tidak ada arahan untuk mendukung salah satu paslon (presiden dan wakil presiden)," tuturnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul: Alasan Rektor Unika Soegijapranata Semarang Tolak Bikin Video Apresiasi Terhadap Jokowi dan Tujuan Polrestabes Semarang Ajak Rektor Unika Soegijapranata Buat Video Testimoni Untuk Pemilu Damai.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Deni) (TribunJateng.com/Iwan Arifianto)