News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Demi Hadapi Sengketa Pilpres dan Pileg di MK, KPU Bentuk Tim Hukum

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin ditemui di Kantor KPU RI, Senin (9/1/2023). | Menanggapi ramainya dugaan kecurangan Pemilu 2024 di tengah masyarakat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun memutuskan untuk membentuk Tim Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu 2024. Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan, Tim Penyelesaian PHPU ini dibuat dengan tujuan untuk menghadapi adanya sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

TRIBUNNEWS.COM - Menanggapi ramainya dugaan kecurangan Pemilu 2024 di tengah masyarakat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun memutuskan untuk membentuk Tim Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu 2024.

Anggota KPU RI, Mochammad Afifuddin mengatakan, Tim Penyelesaian PHPU dibuat untuk menghadapi adanya sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

"KPU membentuk Tim Penyelesaian PHPU di MK untuk Pilpres dan Pileg," kata Afifuddin dilansir WartakotaLive.com, Kamis (7/3/2024).

Lebih lanjut Afifuddin menjelaskan, nantinya Tim Penyelesaian PHPU terdiri dari tim internal dari jajaran KPU, baik tingkat pusat maupun tingkat kabupaten/kota serta tim eksternal yang berisikan para kuasa hukum atau lawyer.

Afifuddin menuturkan, selanjutnya KPU akan melakukan identifikasi dan inventarisasi permasalahan hukum yang terjadi di tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga di TPS.

"KPU juga melakukan identifikasi dan inventarisasi permasalahan hukum yang terjadi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, bahkan sampai ke level kejadian-kejadian di TPS," terang Afifuddin.

Nantinya KPU juga menyiapkan skema penanganan PHPU di MK dengan melakukan gelar perkara terhadap permohonan yang diajukan pemohon.

Kata dia, prinsipnya KPU melakukan persiapan sejak awal dalam menghadapi PHPU.

Yakni dengan menyiapkan tim internal dan eksternal, melakukan bedah permohonan, gelar perkara, dan menyusun SOP internal untuk manajemen penanganan perkara PHPU di MK.

Hingga kini, KPU tak memiliki antisipasi khusus untuk dalam menghadapi sengketa PHPU ini.

Baca juga: Jusuf Kalla Sebut Pemilu 2024 Terburuk dalam Sejarah

Menurut Afifuddin, KPU merupakan lembaga penyelenggara Pemilu yang posisinya bertahan.

"Posisi kita bertahan pada siapa yang mendalilkan dia harus membuktikan."

"Nah, kita bertahan atau menunjukkan bukti-bukti untuk meyakinkan bahwa yang kita lakukan sudah sesuai aturan," pungkasnya.

Baca juga: Ketua MK: Keputusan Arsul Sani Ikut Sidang Sengketa Pemilu Dibahas di Rapat Permusyarawatan Hakim

Soroti Aturan Batas Waktu PHPU, MK Bakal Maksimalkan 14 Hari untuk Putus Sengketa Pemilu

Sementara itu, Ketua MK Suhartoyo menyoroti batas waktu 14 hari yang dimiliki Mahkamah untuk memutus sengketa pilpres.

Suhartoyo menilai waktu 14 hari tidak ideal. Meski demikian, ia berjanji akan memaksimalkan penanganan perkara pilpres dalam waktu yang telah ditentukan tersebut.

Untuk diketahui, batas waktu 14 hari diatur dalam Pasal 475 UU Pemilu.

Sementara itu, tenggat waktu bagi MK memutus sengketa pileg maksimal 30 hari, dan sengketa pilkada maksimal 45 hari.

Baca juga: Kata Sudirman Said soal Persiapan Timnas AMIN Gugat Hasil Pemilu 2024 ke MK

"Dalam batas penalaran yang wajar, bisa enggak MK secara komprehensif menangani itu? Dengan berbagai, katanya, kompleksitas kecurangan atau anggapan-anggapan ada kecurangan, bisa enggak dengan waktu 14 hari kira-kira paling nggak 2 perkara (sengketa diputus)?" kata Suhartoyo, kepada wartawan, Rabu (6/4/2024) malam.

"Kita tetap akan optimistis sepanjang yang secara maksimal bisa kami lakukan. Di luar itu kan kadang-kadang itu instrumen yang di luar kemampuan kami," sambungnya.

Suhartoyo kemudian mengatakan, berdasarkan sejumlah pengalaman pada sengketa pilpres sebelumnya, terdapat banyak sekali permintaan untuk menghadirkan saksi.

Di sisi lain, para pemohon bisa saja menyampaikan puluhan hingga ratusan dalil kecurangan.

Baca juga: Ketua MK Sebut Pengalaman Sengketa Pemilu Sebelumnya Jadi Bahan Mitigasi

Namun, Suhartoyo menjelaskan pendapatnya berkaitan dengan waktu 14 hari yang ada.

"Kita bisanya hanya mendengar 15 saksi kan. Iya kan? Yang 2019 coba ingat. Nah sekarang (misalnya) ada 1000 dalil, saksinya harus 1000, kapan kita mau periksa 1000 saksi itu?" ujar Suhartoyo.

Padahal, ia menekankan, setiap dalil harus dibuktikan di dalam persidangan.

Di antaranya melalui pembuktian dengan surat, keterangan saksi, hingga ahli.

Baca juga: NasDem Pastikan Gunakan Hak Angket untuk Selidiki Dugaan Kecurangan Pemilu 2024

Terlebih, kata Ketua MK itu, dimensi penyelenggaraan pilpres sangat luas dan kompleks.

Hal ini, menurutnya, berbeda dengan sengketa pileg yang terbatas pada cakupan dapil tertentu, atau pilkada pada cakupan provinsi dan kabupaten/kota tertentu saja, sementara sengketa pilpres mencakup seluruh Indonesia.

"Apa kita mau mendengar 100 saksi, kapan waktunya, 14 hari? Apalagi dua perkara misalnya, bagi dua saja 7 hari kerja dan 7 hari kerja (masing-masing harus sudah putus)," kata Suhartoyo.

Lebih lanjut, Suhartroyo berharap, kekurangan yang terjadi karena keterbatasan waktu yang dimiliki Mahkamah, memperoleh pemakluman.

Baca juga: Ramai-ramai Kritik KPU Gegara Sirekap Setop Tampilkan Diagram Perolehan Suara Pemilu 2024

"Memang ada hal-hal di luar kemampuan MK," tutur Suhartoyo.

"MK secara faktual hanya menyampaikan, kami dengan ada hukum acara bahwa harus memutus dalam 14 hari kerja, kami akan semaksimal mungkin melakukannya," kata Ketua MK Suhartoyo.

Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul KPU RI Bentuk Tim Hukum Hadapi Sengketa Hasil Pemilu 2024 di MK.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Ibriza Fasti Ifhami)(WartakotaLive.com/Alfian Firmansyah)

Baca berita lainnya terkait Pemilu 2024.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini