News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Analisis Pakar soal Peluang PDIP dan PKS Gabung Koalisi Gemoy Prabowo-Gibran

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Logo PKS dan PDIP.

“Tenggelam dan timbul bersama rakyat itu sangat penting. Menjadi penyambung lidah rakyat itu sebuah kehormatan. Tapi ternyata perilaku pemilih kita tidak mengapresiasi hal ini. Harusnya, mereka memberikan suaranya untuk PKS agar bisa menambah kursi di DPR. Fenomena PKS menjadi oposisi selama 10 tahun tidak semaksimal apa yang dilakukan PDIP. Hasilnya, PDIP panen pada pemilu kedua yang memperoleh suara terbesar,” kata Pangi dalam keterangannya, Senin (18/3/2024) dikutip dari Kompas.TV.

Ia menilai rakyat tak begitu mengapresiasi kinerja PKS sebagai oposisi.

“Rakyat tidak cukup cerdas untuk itu. Rakyat tidak memberikan reward terhadap perjuangan PKS. Saya berpikir bahwa PKS bisa nomor satu atau dua, tapi faktanya tidak seperti yang dihitung di atas kertas," katanya.

Menjadi oposisi selama hampir 10 tahun, kata dia, cukup melelahkan. Partai tidak dapat program dan kebijakan dari pemerintah.

Selain itu, banyak program kepala daerah dari PKS yang tidak bisa mendapat anggaran pusat karena dianggap oposisi, salah satunya adalah Depok.

“Saya pikir PKS akan rasional, kalau 10 tahun oposisi tidak maksimal membantu rakyat, saya pikir di dalam pemerintah pun tidak membawa kesialan, justru membawa kebaikan. PKS tidak ada kendala dengan Prabowo, telah membersamai dua kali pemilu, dan ini tidak membuat chemistry mereka sulit untuk bersatu," ujarnya.

"Berbeda dengan PDIP. Dengan Gerindra pun setahu saya tidak ada kendala dalam membangun koalisi," katanya.

Pangi mengatakan tidak ada partai yang bisa menjadi oposisi selama 15 tahun.

Namun, jika PKS mengambil jalan 15 tahun sebagai oposisi, hal tersebut harus diapresiasi.

“Saya pikir PKS lebih mempertimbangkan kebermanfaatan dan kemudhoratannya. Masyarakat masih berharap ada oposisi,” tuturnya.

Sementara itu, Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Bandung, Muhammad Fuady mengatakan, koalisi dengan pemerintah itu mungkin saja terjadi.

Tapi persoalannya apakah konsituen PKS dapat menerima jika partai pilihannya memilih untuk berkoalisi dibanding menjadi oposisi.

“PKS adalah salah satu partai yang memiliki tingkat pragmatisme rendah. Partai ini relatif konsisten, berbasis ideologi keagamaan, baik di level elite maupun konstituennya," katanya.

"Pilihan menjadi oposisi juga sudah dilakukan sejak lama. Keputusan politik PKS biasanya memiliki resonansi yang sama dengan pemilih, artinya suara partai selaras dengan publiknya," imbuhnya.

Sumber: Kompas.TV/Warta Kota/Kompas.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini