Sulaiman menjelaskan, manipulasi suara itu dilakukan atas perintah Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Alo-alo menjelang rapat pleno rekapitulasi di tingkat kecamatan.
Ia mengaku dihubungi dan terlibat dalam perbincangan soal "upah untuk penambahan suara".
Saksi Sulaiman mengaku merasa gelisah dan takut meskipun telah "dipersilakan" untuk melakukan aksi tersebut oleh salah satu anggota PPK.
"'Yang namanya kamu toh cuma mengambil upah, kamu enggak bakalan apa-apa. Tanggung jawabnya juga kami'. Seperti itu kata beliau," ungap Sulaiman.
Kemudian, Sulaiman secara langsung mengakui ia yang memindahkan suara itu.
"Satu suara Rp 100.000 katanya. Sudah dipenuhi (janji upah), Yang Mulia, langsung diserahkan oleh salah satu anggota PPK kepada saya," ungkapnya.
Sulaiman hadir sebagai saksi untuk Partai Demokrat dalam persidangan di MK ini, ia dihadirkan oleh Denny Indrayana cs selaku kuasa hukum partai.
Dalam gugatan sengketa pilegnya, Partai Demokrat mendalilkan, telah terjadi penambahan suara untui PAN sebanyak 6.066 suara di 8 kecamatan di Banjar.
Hal itu menyebabkan tersalipnya perolehan suara Demokrat di daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Selatan I dengan perolehan 94.602 suara.
Menurut Demokrat, hasil itu juga mengakibatkan PAN berhasil mengunci kursi keenam sekaligus kursi terakhir di dapil tersebut.
Sedangkan, Partai Demokrat berada di urutan berikutnya dengan raihan 89.979 suara dan gagal mendapatkan kursi DPR RI.
Adapun kursi terakhir untuk PAN itu akan jadi milik Pangeran Khairul Saleh, caleg petahana yang saat ini merupakan Wakil Ketua Komisi III DPR RI.
Jika dalil Demokrat dikabulkan MK, maka kursi Khairul Saleh otomatis jadi milik Demokrat karena perolehan suara PAN akan turun jadi 88.536 saja.
Baca juga: Sidang Sengketa Pileg, Mantan Hakim MK Ungkit Transaksi Politik Anggota KPU-Bawaslu dengan Parpol
Kehadiran Sulaiman sempat diwarnai kericuhan. Momen itu terjadi jelang persidangan sengketa pileg, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta pada Rabu (29/5/2024).