Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri alasan Bupati nonaktif Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud membawa uang Rp1 miliar ke Jakarta.
KPK juga akan mendalami kemungkinan uang itu dibawa Gafur ke Jakarta sebagai mahar politik Partai Demokrat.
"Ini terus kami dalami, Minggu kemarin kami memanggil satu saksi Sekretaris DPC Demokrat Balikpapan Syamsuddin atau Aco," ucap Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (26/1/2022).
Tudingan uang itu sebagai mahar politik awalnya digulirkan oleh Kepala Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko Saiful Huda Ems.
Baca juga: Kasus Suap Bupati Penajam Paser Utara, Sekjen DPC Partai Demokrat Mangkir Panggilan KPK
Dia menduga Gafur ke Jakarta untuk membawa upeti terkait pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat Kalimantan Timur.
KPK sendiri tidak mau berspekulasi dalam hal ini.
"Pada prinsipnya ya tentu untuk mendalami sumber uang, kami dalami juga ke mana aliran dana atau uang yang diduga diterima Bupati Penajam Paser Utara ini," kata Ali.
KPK menetapkan Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Pemerintahan Kabupaten Penajam Paser Utara.
Baca juga: Kasus Suap Bupati Penajam Paser Utara, KPK Periksa Sekjen DPC Demokrat
Selain itu, KPK juga menjerat Plt Sekretaris Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro, Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman, dan pihak swasta Achmad Zuhdi alias Yudi.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada 2021 Kabupaten Penajam Paser Utara mengagendakan beberapa proyek pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara.
Nilai kontraknya yang berkisar Rp112 miliar digunakan untuk proyek multiyears, yaitu peningkatan Jalan Sotek-Bukit Subur bernilai kontrak Rp58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan bernilai kontrak Rp9,9 miliar.
Atas adanya beberapa proyek tersebut, tersangka Abdul Gafur diduga memerintahkan tersangka Mulyadi, tersangka Edi, dan tersangka Jusman untuk mengumpulkan sejumlah uang dari para rekanan yang sudah mengerjakan beberapa proyek fisik di Kabupaten Penajam Paser Utara.
Selain itu, tersangka Abdul Gafur diduga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan, antara lain perizinan untuk hak guna usaha (HGU) lahan sawit di Kabupaten Penajam Paser Utara dan perizinan bleach plant (pemecah batu) Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara.
KPK menduga tersangka Mulyadi, tersangka Edi, dan tersangka Jusman adalah orang pilihan dan kepercayaan tersangka Abdul Gafur untuk dijadikan sebagai representasi dalam menerima maupun mengelola sejumlah uang dari berbagai proyek. Selanjutnya, uang itu digunakan untuk keperluan tersangka Abdul Gafur.
Tersangka Abdul Gafur bersama tersangka Nur Afifah diduga menerima, menyimpan, dan mengelola uang yang diterimanya dari para rekanan di dalam rekening bank milik tersangka Nur Afifah yang dipergunakan untuk keperluan tersangka Abdul Gafur.
Selain itu, KPK menduga tersangka Abdul Gafur telah menerima uang tunai sejumlah Rp1 miliar dari tersangka Achmad Zuhdi yang mengerjakan proyek jalan bernilai kontrak Rp64 miliar di Kabupaten Penajam Paser Utara.