"Rakyat berhak menolak keputusan apapun yang mereka buat karena keputusan itu tidak sah dan bahkan ilegal," tambahnya.
Yusril mengatakan penyelenggara negara (eksekutif) yang masih legal di tingkat pusat, tinggal lah Panglima TNI dan Kapolri.
Pasalnya kedua penyelenggara negara ini hanya dapat diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan pertimbangan dan persetujuan DPR.
"Apabila Presiden dan DPR saja sudah tidak sah dan ilegal, maka bagaimana cara mengganti Panglima TNI dan Kapolri," katanya.
Yusril mengatakan TNI dan POLRI sekarang ini bukan lagi ABRI zaman dulu yang berada dibawah satu komando, Panglima ABRI.
TNI dan POLRI sekarang terpisah dengan tugas masing-masing, dan punya komando sendiri-sendiri yang masing-masing bertanggung jawab secara terpisah kepada Presiden.
Jika Presidennya sendiri sudah ilegal dan tidak sah, Panglima TNI dan Kapolri bisa pula membangkang kepada perintah Presiden yang ilegal itu.
"Beruntung bangsa ini kalau Panglima TNI dan Kapolri kompak sama-sama menjaga persatuan dan kesatuan bangsa pada saat yang sulit dan kritis. Tetapi kalau tidak kompak, bagaimana dan apa yang akan terjadi? Bisa saja terjadi dengan dalih untuk menyelamatkan bangsa dan negara, TNI mengambil alih kekuasaan walau untuk sementara," katanya.
Baca juga: Yusril Pertanyakan Dasar Konstitusional Usulan Penundaan Pemilu 2024
Sementara itu, di daerah, gubernur, bupati dan walikota masih sah menjalankan roda pemerintahan kalau masa jabatannya belum habis, tetapi tanpa kontrol DPRD dan juga tanpa pertanggungjawaban kepada Presiden sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Pasalnya DPRD dan Presidennya sudah ilegal.
Oleh karena itu kata Yusril keadaan bangsa dan negara akan benar-benar carut marut akibat penundaan Pemilu.
"Dalam suasana carut marut, timbullah anarki. Dalam anarki setiap orang, setiap kelompok merasa merdeka berbuat apa saja. Situasi anarki akan mendorong munculnya seorang diktator untuk menyelamatkan negara dengan tangan besi. Diktator akan mendorong konflik makin meluas."
"Daerah-daerah potensial bergolak. Campur-tangan kepentingan-kepentingan asing untuk adu domba dan pecah belah tak terhindarkan lagi. NKRI “harga mati” berada dalam pertaruhan besar," tuturnya.
Yusril menegaskan persoalan penundaan Pemilu yang berimplikasi kepada legalitas dan legitimasi kekuasaan ini tidak bisa diselesaikan dengan usulan-usulan Ketua-Ketua Umum Parpol yang sarat dengan kepentingan politik.
Meskipun usul itu kemudian disepakati oleh semua partai yang punya wakil di DPR, DPRD dan MPR, tetapi kesepakatan itu bukanlah kesepakatan lembaga-lembaga negara yang resmi dan legitimate untuk mengambil keputusan menurut UUD 45.