Selain itu, agar proses lelang dapat dikondisikan, Eltinus sengaja mengangkat Marthen Sawy sebagai PPP. Padahal Marthen tidak mempunyai kompetensi di bidang konstruksi bangunan.
"EO juga memerintahkan MS (Marthen Sawy) untuk memenangkan TA (Teguh Anggara) sebagai pemenang proyek walaupun kegiatan lelang belum diumumkan," ucap Firli.
Setelah proses lelang dikondisikan, Firli mengatakan, Marthen dan Teguh melaksanakan penandatangan kontrak pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai kontrak Rp46 miliar.
Untuk pelaksanaan pekerjaan, Teguh kemudian mensubkontrakkan seluruh pekerjaan pembangunan gedung Kingmi Mile 32 ke beberapa perusahaan berbeda, salah satunya yaitu PT Kuala Persada Papua Nusantara tanpa adanya perjanjian kontrak dengan pihak Pemkab Mimika. Namun, hal ini diketahui Eltinus.
"PT KPPN (Kuala Persada Papua Nusantara) kemudian menggunakan dan menyewa peralatan PT NKJ dimana EO masih tetap menjabat sebagai Komisarisnya," ungkap Firli.
Dalam perjalanannya, progres pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian sebagaimana kontrak, termasuk adanya kurang volume pekerjaan, padahal pembayaran pekerjaan telah dilakukan.
Firli mengatakan, seluruh perbuatan para tersangka bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Akibat perbuatan para tersangka, mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara setidaknya sejumlah sekira Rp21,6 miliar dari nilai kontrak Rp46 miliar.
"Dari proyek ini, EO diduga turut menerima uang sejumlah sekitar Rp4,4 miliar," kata Firli.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.