Ia hanya meminta untuk menanyakan hal tersebut kepada petugas yang memiliki kewenangan.
"Tanya ke pejabat yang berwenang, kan surat itu sudah ada," ucap Sambo.
Selain itu, mantan Karopaminal Divisi Propam, Hendra Kurniawan juga membenarkan terkait laporan pemeriksaan penyelidikan terkait dugaan tambang ilegal yang berada di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara.
"(LHP penyelidikan) Betul ya betul," ujar Hendra di PN Jakarta Selatan, Kamis (24/11/2022).
Kemudian, ia mengaku memeriksa orang-orang yang terlibat dalam dugaan setoran uang tambang ilegal di Kalimantan Timur.
LHP itu bernomor R/ND-137/III/WAS.2.4./2022/ Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022 dan ditandatangani Hendra Kurniawan.
Dalam hal tersebut, Hendra mengaku langsung yang memeriksa orang yang terlibat dalam tambang ilegal di Kalimantan Timur, yakni salah satunya Ismail Bolong.
"Betul ya saya (periksa Ismail Bolong)," kata Hendra sambil tersenyum.
Hendra tak bicara banyak mengenai hal ini. Dia hanya menegaskan LHP itu tidak fiktif.
"Tanyakan pada pejabat yang berwenang aja ya. Kan ada datanya, nggak fiktif," kata Hendra.
Sementara Kepala Bareskrim Komjen Agus Andrianto menanggapi pengakuan Sambo dan Hendra Kurniawan yang menandatangani LHP Divisi Propam terkait dugaan pemberian gratifikasi oleh Ismail Bolong.
Menurut dia, Ferdy Sambo dan Hendra saja menutupi kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat.
“Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup. Maklumlah kasus almarhum Brigadir Yoshua aja mereka tutup-tutupi,” kata Agus pada Jumat (25/11/2022).
Menurut dia, berita acara pemeriksaan perkara (BAP) juga bisa direkayasa dan dibuat dengan penuh tekanan.
Bahkan, ia mencontohkan kasus BAP Irjen Teddy Minahasa yang dicabut semua terkait kasus bisnis narkoba.
"Liat saja BAP awal seluruh tersangka pembunuhan alm Brigadir Yoshua, dan teranyar kasus yang menjerat IJP TM yang belakangan mencabut BAP juga,” ujar dia.