“Fakta bahwa pembakaran plastik justru menyebabkan banyak zat kimia yg terkandung di dalamnya akan terekspos dan membuat polusi udara; sudah pasti membawa banyak potensi penyakit ringan hingga fatalistik, bahkan mematikan.”
“Faktanya saat ini sudah ada korban jatuh sakit. Jika demikian, maka sudah sepatutnya TPST Samtaku Jimbaran tersebut harus dihentikan dan pelaku harus dijerat ketentuan hukum yang berlaku,” kata Amalia.
Untuk itu, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI), Saut Marpaung, untuk membangun sebuah TPST yang ideal, harus memiliki teknologi permesinan dan Standar Operasional Prosedur (SOP) pengolahan yang mumpuni.
“Ada kemungkinan, mesin di fasilitas itu belum siap dan layak dioperasikan untuk mengolah sampah dengan tonase besar, dengan kondisi masih bercampur aduk antara sampah kering dan basah," katanya.
“APSI mendorong semua pihak untuk segera mengevaluasi keberadaan sarana dan prasarana TPST Samtaku Jimbaran ini, agar segera mendapatkan jalan keluar terbaik,” kata Saut.
Masyarakat kirimkan surat terbuka
Sebagai informasi, pada pekan pertama bulan Juni ini, melalui mitra LSM tersebut, komunitas Angga Swara telah mengirimkan surat kepada perusahaan AMDK terkait dan kantor pusatnya serta kepada pejabat pemerintah lokal dan nasional, atas nama Owen Podger yang mewakili perjuangan komunitas Angga Swara.
“Kami telah melayangkan protes berulang kali, namun sekarang kami menuntut tanggapan,” kata Owen Podger. “Kami menyerukan untuk menutup fasilitas tersebut secara permanen secepatnya. Seharusnya fasilitas ini tidak pernah dibangun.”
“Masyarakat mengidentifikasi ada 14 kasus ketidakpatuhan, ketidakkonsistenan, dan minimnya akuntabilitas dalam mendapatkan persetujuan pembangunan dan pengoperasian Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku Jimbaran. Karena itu, warga Bali menyerukan untuk segera menutup permanen TPST Samtaku Jimbaran, agar komunitas kami dapat hidup di lingkungan yang sehat kembali,” demikian paparan mereka dalam surat terbuka tersebut.
Terkait pengaduan yang diajukan, ketika dikonfirmasi terpisah, Founder & CEO PT. Reciki Solusi Indonesia, Bhima Aries Diyanto menjelaskan bahwa pengaduan atas nama Owen Podger memang sudah pernah dilayangkan.
Namun, ketika diminta untuk melakukan mediasi, pihak yang bersangkutan tidak pernah datang. Ketika beberapa kali dihubungi untuk diminta hadir pihak pengadu juga selalu berhalangan hadir dengan alasan kesehatan.
Padahal, Bhima menjelaskan pihak TPST Samtaku Jimbaran tidak pernah menutup diri untuk ruang diskusi dan komunikasi demi terbentuknya pengelolaan sampah yang baik.
“Kami selalu membuka ruang komunikasi. Kami punya kekurangan pasti, tidak ada yang sempurna dalam pengelolaan sampah. Nah masukan itu yang kami harapkan dari seluruh pihak, baik masyarakat, para ahli, maupun pemerintah untuk membangun pola pengelolaan sampah yang baik,” ungkap Bhima.
Butuh dukungan banyak pihak