News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Firli Bahuri Terjerat Kasus Korupsi

Kubu Firli Serahkan Bukti Korupsi Suryo di Praperadilan Kasus Pemerasan SYL, Begini Penjelasan Ahli

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang lanjutan praperadilan kasus pemerasan Firli Bahuri terhadap SYL di PN Jakarta Selatan, Jum'at (15/12/2023). Fahmi Ramadhan

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim bidang hukum Polda Metro Jaya meminta penjelasan ahli perihal dimasukannya barang bukti kasus korupsi lain dalam sidang praperadilan Firli Bahuri terkait kasus pemerasan Syahrul Yasin Limpo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Adapun barang bukti yang dimaksud yakni perihal kasus korupsi yang menjerat Muhammad Suryo di lingkungan Dirjen Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang saat ini ditangani KPK.

Kepala Bidang Hukum (Kabidkum) Polda Metro Jaya Kombes Putu Putera Sadan pun mengaku heran, kenapa kubu Firli justru memasukan barang bukti kasus M. Suryo saat proses sidang gugatan penetapan tersangka Firli di kasus pemerasan SYL.

Sebab menurutnya antara barang bukti kasus M. Suryo dengan praperadilan Firli tak ada kaitannya sama sekali dan dianggap keluar salah satu petitum Firli yakni terkait penetapan tersangka yang tidak sah.

Alhasil Putu pun meminta penjelasan ahli dalam hal ini Fachrizal Affandi selaku ahli hukum pidana yang pihaknya hadirkan dalam sidang praperadilan hari ini, Jum'at (15/12/2023).

"Singkatnya UU Tipikor tapi kok pemohon ini menyerahkan barang bukti yang tidak ada korelasinya, saya bingung ini. Jadi apakah ini melanggar aturan secara hukum negara. Kami mohon perspektif hukumnya dari ahli?" tanya Putu di ruang sidang.

Mendapat pertanyaan itu, lalu Fahcrizal mengawali pernyataanya terkait dalam bentuk apa barang bukti yang diserahkan kubu Firli dalam sidang praperadilan tersebut.

Apakah barang bukti itu bersifat umum dan dapat diakses luas oleh publik dari berbagai sumber atau sebagainya atau dalam data base di KPK hal itu bisa diakses secara luas.

"Tapi kalau alat bukti yang diungkapkan di persidangan itu orang umum saja sulit mendapatkannya kecuali ada petisi begitu ya, maka itu harus dilihat relevansinya," sebut Fachrizal.

Pasalnya lanjut Fachrizal, dalam aturan di Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dalam pasal 17 disebutka bahwa terdapat aturan mengenai badan negara wajib merahasiakan setiap informasi terkait proses penegakkan hukum.

Terlebih sebut Fachrizal jika informasi penegakkan hukum yang bersifat rahasia itu bisa terbuka di publik maka hal itu berpotensi menghambat proses penyelidikan dan penyidikan yang tengah berlangsung.

"Kemudian mengungkap identitas informan, pelapor, saksi, dan orang yang tahu tentang tindak pidana tersebut. Atau misalkan mengungkap data intelijen kriminal, data intelijen yang terkait dengan pencegahan dan penanganan tindak pidana," ucapnya.

Adapun mengenai konsekuensi apabila informasi rahasia itu diperoleh secara ilegal dan kemudian tersebar ke publik, Fachrizal menjelaskan bahwa dalam Pasal 54 UU KIP penyebar informasi itu bisa dituntut dengan hukuman paling lama 2 tahun penjara dan denda 10 juta.

Dalil Kubu Firli Soal Kasus M. Suryo Dianggap Sesat

Tim Bidang Hukum (Bidkum) Polda Metro Jaya menegaskan bahwa penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka murni karena adanya keterlibatan dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Hal itu sekaligus membantah tudingan kubu Firli yang menyatakan penetapan tersangka itu merupakan penggiringan opini dan dan bukan murni penegakkan hukum.

Tak hanya itu bahkan Polda Metro Jaya juga membantah salah satu poin replik yang disampaikan kubu Firli bahwa penetapan tersangka itu dilatarbelakangi karena Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto hendak melindungi Muhammad Suryo yang perkaranya korupsinya ditangani oleh KPK.
"Terhadap dalil pemohon tersebut, termohon tidak perlu menanggapinya. Karena dalil pemohon tersebut tidak pernah pemohon sampaikan di permohonan terdahulu," ujar Anggota Bidkum Polda Metro Jaya dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (13/12/2023).

"Sehingga sangatlah bias dan tidak ada relevansinya sama sekali dengan penetapan pemohon sebagai tersangka," sambungnya.

Selain itu kubu Irjen Karyoto juga menilai bahwa dalil yang disampaikan pihak Filri sebagai upaya Ketua KPK non aktif itu untuk mengaburkan inti permohonan praperadilan yang dilayangkan saat ini.

Bahkan pihak Polda Metro menilai dalil yang disampaikan oleh kubu Firli yang mengaitkan perkara Muhammad Suryo sebagai dalil yang sesat dan bentuk kepanikan.

"Dalil pemohon merupakan asumsi yang sesat dan mengada-ngada dari pemohon. Sebagai upaya menggiring opini dan mengaburkan tujuan dari praperadilan sebagai bentuk kepanikan pemohon dan upaya pemohon menghindar dari tanggung jawab hukum akibat perbuatan tindak pidana pemerasan," pungkasnya.

Kasus Muhammad Suryo

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan seorang pihak swasta bernama Muhammad Suryo sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Penetapan tersangka terhadap Suryo terkonfirmasi lewat Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat dikonfirmasi wartawan.
"Benar (ditetapkan tersangka),” ujar Tanak ketika dikonfirmasi penetapan tersangka terhadap Suryo, Senin (27/11/2023).

Suryo ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan gelar perkara atau ekspose yang dilakukan pada Kamis, 23 November 2023.

Tanak belum membeberkan lebih jauh soal keterlibatan Suryo dalam kasus suap rel kereta api ini.

Dari sumber yang dihimpun, Suryo dijerat sebagai tersangka penerima aliran uang.

Suryo belum berkomentar mengenai penetapan dirinya sebagai tersangka.

Nama Suryo disebut dalam dakwaan Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto, salah satu terdakwa kasus rel kereta api.

Suryo disebut menerima uang senilai Rp9,5 miliar.

Uang tersebut disebut sebagai sleeping fee terkait pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di DJKA Kemenhub.
Dion Renato sudah dijatuhi vonis terkait kasus ini di PN Semarang. Ia dihukum 3 tahun penjara.

Dion terbukti memberikan suap untuk memperoleh pekerjaan pembangunan dan peningkatan jalur kereta api di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.

Total suap yang telah diberikan terdakwa ke berbagai pihak atas pekerjaan di tiga provinsi tersebut mencapai Rp37,9 miliar.

Rincian pemberian suap tersebut masing-masing untuk proyek: Balai Teknik Perkeretaapian Bandung sebesar Rp2 miliar; Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Bagian Tengah sebesar Rp28,9 miliar; dan Balai Pengelola Kereta Api Sulawesi Selatan sebesar Rp7 miliar.

Firli Ditetapkan Tersangka

Sebagaimana diketahui, Polisi telah menetapkan Ketua KPK, Firli Bahuri sebagai tersangka di kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK ke eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Penetapan tersangka ini setelah penyidik melakukan gelar perkara setelah melakukan langkah-langkah dalam proses penyidikan.

"Telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukan nya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (22/11/2023) malam.

Adapun Firli terbukti melakukan pemerasan dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian.

"Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya, terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI 2020-2023," jelasnya.

Adapun dalam kasus ini pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.

"Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," ungkap Ade.

Hingga kini total sudah 99 orang saksi dan ahli dengan rincian 91 saksi dan delapan orang ahli yang dimintai keterangannya selama proses penyidikan.

Adapun sejumlah saksi yang sudah diperiksa mulai dari SYL, Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, ajudan Ketua KPK, pejabat eselon I Kementerian Pertanian beserta pejabatnya dan lain-lain.

Lalu, dua eks Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan M. Jasin dengan kapasitas sebagai saki ahli.
Kemudian, pihak kepolisian juga memeriksa pegawai KPK yakni Direktur Pelayanan, Pelaporan, dan Pengaduan Masyarakat KPK, Tomi Murtomo dan sejumlah pegawai KPK lainnya.

Terakhir, Ketua KPK, Firli Bahuri juga sudah diperiksa dalam proses penyidikan kasus tersebut yakni pada Selasa (24/10/2023) dan Kamis (16/11/2023).

Di sisi lain, terdapat dua rumah milik Firli Bahuri yang digeledah pihak kepolisian pada 26 Oktober lalu.

Dua rumah tersebut beralamat di Jalan Kertanegara 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan Perum Gardenia Villa Galaxy A2 Nomor 60, Kota Bekasi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini