Tujuh tersangka tersebut terdiri dari penyelenggara negara dan pihak swasta.
Dari penyelenggara negara, terdapat mantan pejabat Balai Teknik Perkeretaapian Medan yang dipayungi Kemeterian Perhubungan (Kemenhub), yakni mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan, ASP dan NSS. Keduanya juga merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam proyek strategis nasional ini.
Kemudian ada pula mantan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Konstruksi, RMY.
Baca juga: Kasus Korupsi Jalur Kereta Api, Kejaksaan Periksa Direktur Kemenkeu dan Pejabat Bappenas
Sedangkan dari pihak swasta, tim penyidik menetapkan Konsultan Perencanaan, AG dan pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya berinisial FG sebagai tersangka.
Dalam perkara ini para tersangka diduga memecah proyek menjadi nilai yang lebih kecil agar proyek tidak dilaksanakan melalui mekanisme lelang.
Sebagaimana ketentuan Perpres Nomor 16 Tahun 2018, proyek yang dapat dilelang langsung bernilai di atas Rp 200 juta.
"Telah dengan sengaja memecah proyek tersebut menjadi beberapa fase sehingga pengadaan penyelenggaraan lelang dan penentuan pemenang tender dapat diarahkan dan dikendalikan," ujar Kuntadi dalam konferensi pers di Kompleks Kejaksaan Agung, Jumat (19/1/2024).
Selain itu, mereka juga secara bersama-sama tidak mengindahkan feasibility study.
Hasilnya, Kepala Balai memindahkan jalur yang ditetapkan Kemenhub dengan jalur eksisting.
Baca juga: Kejagung Periksa Saksi dari Kementerian Perhubungan dalam Kasus Korupsi Jalur Kereta Api
Teruntuk kerugian negara, sejauh ini tim penyidik menduga adanya total loss senilai Rp 1,3 triliun.
"Proyek ini dianggarkan APBN 1,3 triliun. Dan kerugian negara saat ini masih kita lakukan penghitungan. Kemungkinan kerugian melihat total loss."
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 54 Ayat 1 ke-1 KUHP.