"Ya, harusnya ada sanksi," ucap Erman.
Baca juga: Cerita Istri Tahanan Ditelepon Petugas Rutan KPK, Diminta Rp 25 Juta Buat Biaya Suami Pindah Sel
Lantaran Erman menjawab tak tegas, Hakim Eko pun sempat geram dan meminta Erman untuk memberi jawaban yang lebih jelas.
Bahkan Hakim Eko menilai bahwa jawaban yang dilontarkan Erman saat itu bersifat abstrak.
Padahal Hakim Eko menyebut pertanyaannya saat itu cukup jelas soal ada atau tidaknya sanksi dalam hal tersebut.
"Loh jangan harusnya. Ada enggak sanksinya? Kalau harusnya, berarti saudara masih abstrak. Yang saya tanyakan apakah ada aturannya dengan pencabutan izinnya? Kok susah jawabnya?" tanya hakim.
Bukannya menjawab pertanyaan Hakim, Erman saat itu malah mengaku lupa apakah terdapat aturan terkait adanya sanksi atau tidak dalam persoalan tersebut.
"Lupa, Yang Mulia," jawab Erman.
Mendapat pertanyaan kurang memuaskan, Hakim Eko juga sampai mengingatkan Erman bahwa dirinya telah disumpah dalam persidangan ini.
Alhasil Hakim pun kembali meminta Erman untuk menjelaskan terkait aturan RKAB itu mengingat dirinya yang memahami regulasi terkait aturan tersebut.
"Loh, kok lupa. Terangkan pak bapak kan sudah disumpah ya? Supaya perkara ini lebih terang karena saudara ini di bagian regulasinya? Jadi saudara tidak mengetahui ? Yang jelas tidak ada RKAB ya untuk kemitraan antara PT Timah dengan smelter swasta?," tanya Hakim.
"Iya pak, siap Yang Mulia," pungkas Erman.
Baca juga: Kejamnya 3 Emak-emak Bunuh Balita di Cilegon Banten, Lakban dan Duduki Wajah Korban Hingga Tewas
Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.