News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Punya Pengaruh di Publik, Pakar Hukum: Perlu Ada Penyesuaian UU Pemilu Atur Netralitas Presiden

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Tata Negara Gugum Ridho Putra (kemeja hitam) saat ditemui awak media di acara diskusi publik 'Pilkada di Depan Mata' yang digelar di Kawasan Tebet, Jakarta, Minggu (24/11/2024).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Gugum Ridho Putra menyatakan, sejatinya perlu ada penyesuaian aturan dalam Undang-Undang (UU) Pemilu terhadap netralitas pejabat publik termasuk Presiden di Pemilu atau Pilkada.

Pernyataan Gugum ini merespons terkait dengan pernah ramainya sikap Presiden RI sekaligus Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto yang seraya mengendorse pasangan cagub-cawagub Jawa Tengah Ahmad Luthfi-Taj Yasin.

Menurut Gugum, posisi dari Prabowo saat menyampaikan itu perlu ditegaskan terlebih dahulu. Jika sebagai Presiden RI maka yang bersangkutan kata dia, harus dalam posisi cuti dari jabatan.

"Ya sebenarnya kalau dari segi hukumnya ya, kalau pejabat publik ikut kampanye gitu, sampai hari ini memang nggak ada larangannya. Jadi boleh. Tapi ada syarat, syaratnya dua. Satu, dia harus cuti. Yang kedua, dia nggak boleh menggunakan fasilitas negara dalam kampanye itu," kata Gugum saat ditemui di acara diskusi 'Pilkada di Depan Mata' di Kawasan Tebet, Jakarta, Minggu (25/11/2024) petang.

Kendati demikian, sejauh ini diakui Gugum memang belum ada aturan yang pakem terkait dengan hal tersebut.

Pasalnya, meskipun seorang Presiden berstatus cuti saat mengendorse kontestan Pilkada, namun sosok tersebut memiliki peran dan pengaruh politik yang besar di publik.

Baca juga: PDIP Dukung Sikap Netral Presiden Prabowo di Pilkada, Minta Ingatkan Yang Cawe-cawe Termasuk Jokowi

Kondisi itu yang digadang akan mempengaruhi konstelasi dan sikap publik terhadap kontestan Pemilu.

"Gimana pun akan ada pengaruhnya juga kan dari sisi konstelasi politik ya. Karena di satu sisi Undang-Undang untuk mengharuskan netral, tapi di sisi lain mereka juga harus dijaga juga hak politiknya," kata dia.

Atas hal itu, Gugum memberikan usul agar ada penyesuaian lebih lanjut terhadap beleid yang mengatur soal sikap netralitas presiden dan pejabat negara di UU Pemilu dan Pilkada.

"Jadi sebenarnya isu yang dari dulu selalu dipertanyakan, presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota bisa nggak diikut kampanye. Di Undang-Undang Pemilu, di Undang-Undang Pilkada memang belum dilarang," kata dia.

"Tapi untuk kebaikan di masa yang akan datang, memang harus ada apa namanya penyesuaian lah soal itu ya," sambung Gugum.

Lebih jauh, dia bahkan menyarankan agar langsung dibuat aturan pelarangan terhadap pejabat negara berkampanye di Pilkada agar aturannya tidak sumir.

Kata dia, dengan adanya aturan yang tegas, maka diyakini akan tercipta kepastian hukum dan pilkada yang netral di kemudian hari.


"Sebenarnya kalau mau dilarang sekalian, lebih baik dilarang sekalian, supaya kontestasinya berjalan secara netral kan," tandas dia.

Sebelumnya, Bawaslu menyatakan Presiden RI Prabowo Subianto tidak melanggar peraturan dalam proses kampanye dalam dukungan terhadap pasangan Pilgub Jawa Tengah (Jateng), Ahmad Lutfi-Taj Yasin. 

“Tidak terdapat dugaan pelanggaran pemilihan, baik itu pelanggaran administrasi pemilihan maupun tindak pidana pemilihan" kata Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja di Media Center Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2024).

Bawaslu sudah melakukan beberapa langkah dari mengecek pemberitaan hingga meminta keterangan pihak terkait dan juga para ahli. 

Bawaslu menyimpulkan video dukungan Prabowo memiliki muatan kampanye pemilihan. 

Kemudian, video dibuat pada tanggal 9 November atau pada masa rentang jadwal kampanye pemilihan melalui medsos, yaitu 25 September-23 November 2034, sehingga berdasarkan waktu tidak langgar ketentuan perundang-undangan. 

Secara hukum, presiden dapat ikut kampanye pemilihan berdasarkan pasal 70 ayat 22 UU pemilihan juncto Putusan MK nomor 52/2024 dan pp 32 tahun 2018. 

Namun ketentuan mengenai cuti kampanye yang menjadi syarat untuk ikut serta dalam kampanye tidak berlaku karena pembuatan video dilakukan pada hari minggu 3 November 2024 atau pada hari libur.

Sebagai informasi, penelusuran Bawaslu merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52 Tahun 2024, yang memungkinkan pejabat negara, termasuk presiden, untuk ikut dalam kampanye dengan syarat tertentu.

Syarat itu di antaranya tidak menggunakan fasilitas jabatan, kecuali pengamanan, serta mengambil cuti di luar tanggungan negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini