Dinas Perhubungan memiliki paket pekerjaan konstruksi land clearing bandara Radin Inten II dengan nilai pagu sebesar Rp 8,7 miliar.
Pada proses lelang, dimenangkan PT Daksina Persada dengan kuasa direktur Budi. Namun proses lelang itu dianggap tidak sah karena Budi bukan karyawan tetap perusahaan sebagaimana diatur Perpres Nomor 70 tahun 2012.
Namun karena Albar telah menitipkan pesan ke panitia pengadaan untuk memenangkan PT Daksina Persada maka panitia memenangkan PT Daksina.
Setelah itu, Albar selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) menandatangani kontrak dengan Budi.
Dalam prosesnya, Albar membayarkan uang tanpa melakukan pengujian kualitas dan besaran volume yang terpasang pada proyek land clearing.
Pada saat pemeriksaan progres fisik, disebutkan telah selesai 100 persen.
Faktanya pekerjaan baru mencapai bobot 92 persen. Untuk mengejar batas akhir pencairan, Budi bersama Albar membuat laporan akhir pekerjaan seakan-akan pekerjaan land clearing dan pematangan lahan sisi udara baru telah selesai 100 persen.
Jaksa menyatakan pengerjaan proyek ini tidak sesuai dengan spek yang telah disepakati. Yaitu terdapat kekurangan volume timbunan hasil perhitungan dimensi dan kekurangan volume timbunan hasil pemeriksaan kualitas/kepadatan.
Rangkaian perbuatan itu, menurut Sidrotul telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 4,5 miliar.