Kadang ia harus menghirup udara kotor sehingga mengganggu sistem pernapasan.
"Dulu tidak nyaman karena pakai pelita. Bangun pagi lubang hidung sudah hitam semua," kenang dia.
Meskipun saat itu pakai pelita, dia tak patah semangat untuk belajar. Ayah dan ibunya terus memberikan motivasi agar semangat belajar.
Doa dan harapan mereka rupanya terkabul ketika listrik PLTS masuk ke wilayah itu. Kampung tak lagi gelap gulita.
Di sudut-sudut kampung berdiri tegak tiang listrik. Malam hari sudah terlihat terang karena di depan teras rumah sudah ada lampu listrik.
"Kami harus semangat belajar. Cukup waktu SD empat tahun lalu itu yang kami sengsara, sekarang tidak lagi susah. Listrik sudah menyala, tidak bising dan kami senang, " ujarnya.
Warga Penuh Syukur
Ia berharap agar pemerintah terus memperhatikan daerah atau pulau terpencil. Apalagi generasi muda, karena mereka lah yang akan menjadi harapan kampung, bangsa dan negara pada masa yang akan datang.
"Cita-cita saya jadi guru. Harapan saya, semoga listrik terus menyala 24 jam sehingga kami semangat untuk belajar," harapnya.
Buah hati pasangan suami istri Marianus Pajo (44) dan Maria Margareta Nona (44) itu mengaku sejak listrik masuk ke pulau ia semakin giat membaca dan belajar.
"Kami ingin seperti anak-anak lain di Indonesia, merdeka dari sisi penerangan agar bisa belajar aman menggapai cita-cita kelak,"ungkapnya.
Pulau Palue terletak di lepas pantai Pulau Flores bagian utara dan masuk wilayah Kabupaten Sikka, NTT. Pulau terluar di Sikka ini memiliki sebuah gunung berapi bernama Rokatenda.
Menurut warga, Palue dalam bahasa lokal artinya mari pulang, dengan luas wilayahnya sekitar 41 km persegi serta memiliki penduduk sekitar 10.000 jiwa.
Kecamatan Palue terdiri dari 8 desa yaitu Maluriwu, Reruwairere, Kesokoja, Ladolaka, Tuanggeo, Rokirole, Nitunglea dan Lidi.