Ditulis oleh : Ajie Setiawan Alumni UII Yogyakarta
TRIBUNNERS - Peran ulama sangat penting dalam mewujudkan menjaga kemerdekaan Indonesia.Ulama dan santri, disebut sebagai pejuang bangsa.
Laskar ulama santri membela Indonesia tidak hanya dengan emosi, tapi dengan ilmu pengetahuan, spiritual dan strategi.
Ilmu yang dimiliki Kiai ditularkan pada santri dengan semangat membela tanah air dengan fatwa jihad.
Demikian juga spiritual ditanamkan agar punya daya linuwih dan tidak takut dengan penjajah walau dengan senjata seadanya. Sedangkan strategi diatur sebagaimana ketika Rasulullah menghadang musuh-musuhnya.
Pengalaman yang dimiliki Pangeran Diponegoro dalam menghadang musuh bangsa diteruskan oleh para pengawal setianya dari kalangan santri.
Sejumlah nama seperti Kiai Abdus Salam Jombang, Kiai Umar Semarang, Kiai Abdurrouf Magelang, Kiai Muntaha Wonosobo, Kiai Yusuf Purwakarta, Kiai Muta’ad Cirebon, Kiai Hasan Besari Tegalsari Ponorogo bersama muridnya Kiai Abdul Manan Pacitan adalah sisa pasukan perang Diponegoro yang menjadi jejaring ulama nusantara baik lokal maupun internasional.
Tidak ada yang instan dan gratis dari proses kemerdekaan bangsa Indonesia ini.
Bahwa setelah perang Diponegoro, masih ada sekitar 130 pertempuran yang melibatkan kalangan pesantren demi bangsa Indonesia. Dan hingga sekarang, para santri tidak pernah meminta dicatat dalam sejarah.
Bahwa kemerdekaan ini merupakan hasil karya seluruh bangsa Indonesia, dan ulama-santri juga ikut andil dan hari ini yang begitu penting adalah mempertahankan kemerdekaan dengan semangat kerukunan dan persatuan.
Jadi bangsa Indonesia tidak boleh berpecah belah.
Salah satu model keagamaan yang patut dan teruji menjaga keutuhan bangsa adalah Islam nusantara. Islam nusantara merupakan Islam khas Indonesia yang menggabungkan Islam teologis dengab nilai tradisi lokal, budaya dan adat istiadat Indonesia.
Karakter Islam nusantara menunjukkan adanya kearifan lokal di nusantara yang tidak melanggar ajaran Islam, namun justru menyinergikan ajaran Islam dengan adat istiadat lokal yang banyak tersebar di wilayah Indonesia.
Islam Nusantara tidak ekstrim mengganti adzan dengan bahasa Indonesia sebagaimana pernah terjadi di Turki pada era Mustafa Kemal Attaturk.