Dan masih banyak Kiai yang pronasionalisme dan kemerdekaan.
Sehingga para santri di hari ini tidak akan bisa menjadikan Indonesia sebagai tanah pertarungan dan dipecah belah.
Betapa usaha para ulama mendamaikan Indonesia dengan segala potensinya lewat ilmu pesantren dan hubbul wathan (cinta tanah air).
Kiai Khalil Bangkalan dan Kiai Abdul Jamil dikenal sebagai pencetak laskah santri yang cinta ilmu dan kuat mengusir koloni.
Bahkan ada yang namanya “Fatwa Ciremai” yang dibuat di Puncak Gunung Ciremai antara Kiai Abdul Jamil, Kiai Sholeh Banda, Kiai Said Gedongan dan Kiai Sholeh Darat.
Mereka menolak usaha kolonisasi pesantren melalui politil penghulu dan mengharamkan umat Islam menjadi pegawai Belanda dan meniru pakaian Belanda.
Itulah wajah Islam nusantara yang ada hingga sekarang dipertahankan para ulama santri. Setiap kiai dan santri selalu sambung menyambung sanad ilmunya dan jaringannya.
John R Bowen dalam artikelnya “Intellectual Pilgrimages and Local Norms in Fashioning Indonesian Islam” menulis, ulama Indonesia yang pernah berguru kepada ulama Makkah dan Madinah, kembali ke Indonesia membawa semangat pembaruan untuk melawan tekanan kolonialisme melalui organisasi Islam.
Gerakan ini pada dasarnya adalah bentuk pemurnian nilai Islam dari campuran nilai-nilai lain.
Meski awalnya organisasi ini bersifat kultural dan kedaerahan, pola tersebut kemudian berkembang menjadi gerakan Islam modern keagamaan.
Jejaring ulama Nusantara ini sudah lama diteliti oleh Dr Asyumardi Azra dalam disertasi asli “The Transmission of Islamic Reformism to Indoesia: Networks of Middle Eastern and Malay-Indonesian ‘Ulama’ in the Seventeenth and Eighteenth Centuries”.
Disertasi saudara Azyumardi Azra yang diajukan kepada Departemen Sejarah, Columbia University, New York, pada akhir tahun 1992, guna memperoleh gelar Ph.D. Dalam penelitiannya ini, Dr. Azyumardi Azra, mengemukakan lebih jauh, bahwa penelitian ini adalah merupakan langkah awal dalam menyelidiki sejarah sosial dan intelektual ulama dan pemikiran Islam di Indonesia.
Khususnya dalam kaitannya perkembangan pemikiran Islam di pusat-pusat keilmuan Islam di Timur Tengah.
Karena tidak mungkin, pembaharuan yang terjadi di berbagai negara muslim ini tanpa adanya mata rantai yang sambung-bersambung (sanad ‘ilm, mata rantai emas sanad keilmuan-red) dengan pusat pertumbuhan dan perkembangan Islam dari tempat Nabi Muhammad SAW berasal, yakni daratan tanah Arab (Timur Tengah).