Tentang pembatalan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan menabrak UUD 1945 tersebut, tidak ada keraguan atasnya.
Sejauh ini, saya tidak melihat ada ahli hukum tata negara dan politik yang berbeda tafsir soal pelanggaran itu. Semua sepakat.
Maka, pernyataan Bapak Presiden yang di satu sisi menyatakan tunduk dan patuh pada konstitusi, namun pada sisi yang lain memberi ruang wacana penundaan pemilu bergulir dengan alasan konsekuensi berdemokrasi adalah sikap mendua yang keliru dan fatal.
Sikap tunduk dan patuh harusnya dikunci dengan pernyataan, stop membicarakan pembatalan pemilu dan perpanjangan masa jabatan. Titik. Hitam-putih. Jangan dibuka ruang abu-abu. Jangan dibuka ruang tafsir yang lain.
Memberi koma pada pernyataan itu, dengan tetap mengizinkan mendiskusikannya--seolah-olah menghormati kebebasan berpendapat, tetapi sejatinya memberi kesempatan pikiran liar itu mengalir, tanpa tindakan tegas menghentikan.
Padahal sudah jelas, usulan pembatalan pemilu yang dibiarkan, seolah-olah menemukan pembenarannya melalui perubahan UUD 1945.
Karena itu, saya membaca kalimat Presiden Jokowi banyak sayap dan maknanya. Satu sisi, taat dan tunduk pada konstitusi, sisi lain membiarkan usulan penundaan pemilu tetap berkembang dengan alasan demokrasi.
Padahal jika dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan penundaan pemilu itu dicari akal-akalannya melalui perubahan UUD.
Karena itu, saya membaca kalimat bersayap, “Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi”.
“Sudah pada pelaksanaan” dalam kalimat itu, bisa bermakna pelaksanaan pasca konstitusi yang diakal-akali untuk diubah, yang melegitimasi pembatalan pemilu dan memperpanjang masa jabatan.
Sudah jamak kita baca, ada yang mengatakan, kalaupun usulan penundaan ingin dilaksanakan, maka harus mengubah dulu UUD 1945.
Padahal pendapat demikian pun adalah salah. Konstitusi pilar utamanya adalah konstitusionalisme, pembatasan atas kekuasaan.
Usulan pembatalan pemilu, menjabat dan memperpanjang kuasa tanpa pemilu, jelas menabrak prinsip limitation of powers.
Pelanggaran prinsipil demikian tidak menjadi benar, meskipun dikonstitusikan sekalipun.