Jika Syahrul Udjud menggelari rumah gadang itu menjadi trend-setter, tentu ada alasannya. Ia mengatakan, setelah bangunan itu berdiri, ramai orang Minang bertandang ke sana.
Selain untuk melihat dari dekat keindahan rumah gadang, juga tidak sedikit yang kemudian meniru.
Apa yang ditiru? Utamanya pemanfaatan ruang bawah. Sebelum tahun 2003-2004, rumah gadang identik dengan rumah panggung.
Pada bagian bawah, dibiarkan kosong. Kalaupun dimanfaatkan, biasanya untuk gudang.
Berbeda dengan rumah gadang Mufidah, yang menutup rapat bagian bawah, dan memanfaatkan bidang yang ada menjadi kamar-kamar.
“Saya beberapa kali tidur di sana, di ruang bawah,” ujar Syahrul Udjud.
Ditambahkan, selain kamar-kamar, juga dimanfaatkan untuk tinggal para pegawai yang mengelola dan merawat rumah gadang itu.
“Jadi sangat fungsional, tanpa mengubah esensi arsitektur rumah gadang khas Minang,” tambahnya.
Proses Pembangunan
Ide pembangunannya muncul tahun 2001 ketika Menko Kesra Jusuf Kalla dan Mufidah JK bersama Mendikbud Malik Fadjar, berkunjung ke Sumbar.
Syahrul juga ikut dalam kunjungan itu. Posisinya sebagai Deputi Menko Kesra.
Dalam kunjungan tersebut, JK dan rombongan mampir ke rumah keluarga besar sang istri di Nagari Tanjung Bonai, Kecamatan Lintau Buo Utara. Di lokasi, JK dan istri melihat tanah terhampar luas.
Maka tercetuslah ide membangun rumah gadang.
Bupati Tanah Datar Masriadi Martunus (2000-2005) dan Kolonel (Mar) Anshar Miad (adik Mufidah JK) kemudian membuat desain dan rancangan.