Yang kita khawatirkan bukan soal hasil pemilunya tapi pada proses kandidasi yang didesain oligarki pemilik modal untuk jegal-menjegal sehingga pasangan capres yang disuguhkan adalah pilihan terbatas yang sudah diseleksi pemilik modal.
Kita harus mendorong siapapun bisa bertarung, termasuk pasangan Anies-Cak Imin tidak ada politisasi hukum atau perselingkuhan politik dan hukum untuk jegal menjegal kandidasi tertentu tidak bisa ikut masuk bertarung di gelanggang pemilu.
Ada keyakinan bahwa kemungkinan poros Prabowo dan Ganjar akan melebur membentuk dan menyatu pada poros keberlanjutan dengan 2 (dua) alasan.
Pertama; kalau elektabilitas pasangan Anies-Cak Imin terjadi trend dan pertumbuhan elektoral anies mengalami peningkatan yang signifikan sampai per 19 Oktober menjelang didaftarkan ke KPU.
Tapi kalau seandainya stagnan atau masih landai elektabilitasnya kemungkinan poros ganjar tidak akan melebur ke poros prabowo, tetap akan ada 3 poros capres-cawapres.
Kedua; kalau Ganjar dan Prabowo belum menemukan pasangan cawapres yang ideal.
Data Survei Voxpol Center Bulan Agustus kemaren menunjukkan bahwa sebesar 56, 3 persen pemilih menginginkan pasangan capres-cawapres cukup 2 pasang saja dan sebesar 34,9 persen menginginkan pasangan capres-cawapres lebih dari 2 pasang.
Kalau kita breakdown dan kejar lagi pertanyaan selanjutnya yang menginginkan alasan mengapa sebaiknya pasangan capres-cawapres diikuti lebih dari 2 pasang?
Sebesar 50, 4 persen agar pemilih mendapatkan alternatif pilihan yang beragam dan variatif, sebesar 18,1 persen agar tidak terjadi perpecahan dan keterbelahan yang berujung konflik di tengah masyarakat, sebesar 13,4 persen agar terjadi kompetisi persaingan yang sehat dan fair dan sebesar 5 persen agar tidak terjadi eksploitasi politik identitas.