Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
Deutsche Welle

Dapatkan Tanaman Rekayasa Genetika Jamin Ketahanan Pangan?

Sebuah revolusi rekayasa genetika terbaru digembar-gemborkan jadi obat mengatasi krisis ketahanan pangan global, seiring dengan kehancuran…

zoom-in Dapatkan Tanaman Rekayasa Genetika Jamin Ketahanan Pangan?
Deutsche Welle
Dapatkan Tanaman Rekayasa Genetika Jamin Ketahanan Pangan? 

Sejak lama, para petani telah mengawinkan buah-buahan, biji-bijian, atau sayuran untuk menghasilkan hibrida yang lezat dan berdaya panen tinggi. Namun baru tahun 1970-an para ilmuwan kali pertama menggunakan bioteknologi untuk mentransfer gen dari satu organisme ke organisme lain untuk menghasilkan tanaman "transgenik”.

Ketika pertama kali dipasarkan pada tahun 1990-an, organisme hasil rekayasa genetika yang disebut Genetically Modified Organisms (GMO) ini dijuluki makanan Frankenstein. Sebagian masyarakat khawatir bahwa tanaman tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia, meskipun penelitian jangka panjang mengatakan bahwa makanan ini sama amannya dengan varietas konvensional.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Saat ini, DNA sebuah organisme dapat "diedit” secara genetis tanpa menyatukan gen dari organisme yang berbeda. Ini memperkuat klaim industri tanaman biotek bahwa hal ini dapat menjamin ketahanan pangan bagi populasi global yang diperkirakan akan mencapai 10 miliar pada 2050.

Forum Ekonomi Dunia (WEF), yang secara konsisten mendukung teknologi transgenik. Mereka mengatakan bahwa penelitian terhadap galur padi, jagung, gandum, kentang, dan singkong baru, misalnya, akan semakin membantu bahan pangan penting ini bertahan dalam cuaca ekstrem dan "kondisi baru yang disebabkan oleh perubahan iklim.”

Laporan ini menunjukkan teknologi anyar bioteknologi dapat membantu tanaman dan tanah menangkap dan menyimpan karbon yang menyebabkan pemanasan global.

Salah satu proyek penelitian yang berbasis di AS membantu mengoptimalkan fotosintesis sehingga bahan pokok tanaman seperti jagung dan beras dapat dengan lebih baik mengubah sinar matahari, air, dan karbon dioksida menjadi energi guna meningkatkan hasil panen, sekaligus mengurangi karbon di atmosfer.

BERITA TERKAIT

"Kami memiliki pengetahuan dan alat untuk membawa Revolusi Hijau berikutnya, yang memungkinkan para petani menghasilkan panen lebih banyak di abad ini dibandingkan dalam sejarah umat manusia,” kata situs web Realizing Improvement Photosynthetic Efficiency, yang telah menerima sekitar $115 juta pendanaan dari Bill & Melinda Gates Foundation sejak 2012.

Industri rekayasa genetika dinilai menyumbang perubahan iklim

Banyak ilmuwan dan aktivis lingkungan hidup tidak setuju bahwa tanaman hasil rekayasa genetik dapat menjanjikan ketahanan pangan atau membantu melawan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.

Sistem GMO baru akan terus melanggengkan "sistem agroindustri” yang "bertanggung jawab besar atas krisis iklim,” kata Anneleen Kenis, dosen ekologi politik dan keadilan lingkungan di Brunel University, London, kepada DW.

Saat ini, sistem pangan menghasilkan sekitar sepertiga emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim. Dan di AS, lebih dari separuh lahan pertanian yang dipanen diproduksi dengan benih hasil rekayasa genetika.

Sejauh ini, sistem ini juga gagal "memberi makan sebagian besar penduduk di berbagai belahan dunia,” ujar Kenis. Setidaknya 250 juta orang di hampir 60 negara mengalami krisis kerawanan pangan, menurut Program Pangan Dunia (WFP).

Gerakan aktivis melarang tanaman hasil rekayasa

Kritik serupa terhadap transgenik juga terjadi di balik keberhasilan kampanye di Filipina yang menerapkan moratorium produksi pada beras emas dan terong transgenik pada bulan April. Beras emas sebagian dimodifikasi secara genetik dengan protein dari jagung untuk menghasilkan beta-karoten untuk tambahan vitamin A. Beras jenis ini disetujui untuk ditanam pada tahun 2021.

Pengadilan menerapkan larangan tersebut berdasarkan "kebutuhan untuk menjunjung hak konstitusional atas kesehatan dan ekologi yang menyehatkan,” jelas Lea Guerrero, direktur Greenpeace Filipina, yang memimpin kampanye tersebut.

Halaman
12
Sumber: Deutsche Welle

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas