Kontroversi Qatar Tutup Kantor Hamas di Doha: Bantahan, Singgung Media hingga Alasan
Qatar menghadapi kontroversi setelah laporan yang menyatakan bahwa negara tersebut berencana menutup kantor Hamas di Doha.
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Garudea Prabawati
Hingga kini, dilaporkan bahwa sedikitnya 43.552 orang telah tewas di Gaza, sementara angka kematian di Lebanon melebihi 3.000, dengan lebih dari satu juta orang terpaksa mengungsi.
Keterlibatan Qatar dalam upaya mediasi mencerminkan pentingnya dukungan internasional untuk mencapai perdamaian di wilayah yang bergejolak ini.
Namun, laporan yang salah mengenai penutupan kantor Hamas dapat memperburuk ketegangan dan menghambat proses diplomasi yang penting.
Secara keseluruhan, Qatar menegaskan kembali bahwa mereka tidak akan menerima mediasi sebagai alat untuk mengeksploitasi situasi, dan mengharapkan adanya kemauan dari kedua belah pihak untuk melanjutkan negosiasi demi mengakhiri konflik yang berkepanjangan ini.
Kata Hamas
Qatar tidak meminta Hamas meninggalkan Doha, atau menyatakan bahwa mereka tidak lagi diterima di sana, lapor Al-Araby Al-Jadeed, situs web berbahasa Arab milik The New Arab, pada Sabtu (9/11/2024).
Tiga pejabat Hamas secara terpisah mengatakan kepada Al-Araby Al-Jadeed bahwa laporan tersebut tidak benar.
Kantor berita Kan milik Israel sebelumnya melaporkan bahwa Hamas diberi tahu oleh pihak Doha mengenai hal itu "dalam beberapa hari terakhir."
Pada Jumat (8/11/2024), Reuters mengutip pernyataan seorang pejabat pemerintah AS yang mengatakan bahwa Washington telah memberi tahu Doha bahwa kehadiran Hamas di Qatar tidak lagi dapat diterima.
Seorang pemimpin senior Hamas membantah laporan tersebut dalam pernyataan kepada Al-Araby Al-Jadeed.
Ia menyebut laporan itu hanya upaya untuk menabur perselisihan.
Pejabat Hamas tersebut menambahkan bahwa Qatar terus memberikan dukungan signifikan bagi perjuangan Palestina dan upaya bantuan di Gaza.
Sumber lain di Doha, yang berbicara kepada media yang sama, menyebut laporan itu sebagai berita palsu yang bertujuan untuk membingungkan dan menutupi kejahatan pendudukan Israel.
Pejabat ketiga, yang berbicara dari Turki, juga membantah klaim tersebut.
Ia menyatakan bahwa kabar semacam ini sering muncul dari waktu ke waktu untuk tujuan internal Israel sebagai cara mengalihkan perhatian dari masalah domestik.