Komentar Pengamat Soal Rencana Partai Buruh Ajukan Gugatan Presidential Threshold 20 Persen ke MK
engamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin respons rencana Partai Buruh mengajukan gugatan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK)
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Wahyu Aji
Presiden Partai Buruh Said Iqbal meminta agar presidential threshold tersebut diubah menjadi 0 persen.
Said mengatakan, partainya berencana mendaftarkan gugatan JR presidential threshold 20 persen ini, pada tanggal 20 Juli 2023, pekan depan.
Ia juga mengatakan, pendaftaran gugatan JR ini akan dilakukan bersamaan dengan aksi dari ribuan para buruh.
"Apa yang membedakan? Pakai aksi, itu saja sudah titik. Besok 20 Juli, kita akan mengajukan (gugatan JR aturan presidential threshold 20 persen), kita aksi ribuan buruh," kata Said Iqbal, dalam konferensi pers, Jumat (14/7/2023).
Baca juga: Tolak Presidential Threshold, Partai Buruh Akan Demo Besar-besaran dan Longmarch Bandung-Jakarta
"Jadi 20 Juli itu aksi mendaftarkan gugatan sekaligus kita sampaikan karena ada sidang uji formil UU Ciptaker, jadi kita jadikan satu," sambungnya.
Selanjutnya, ia menuturkan, akan menyuarakan bahwa demokrasi di Indonesia secara tidak disadari mengarah ke demokrasi terpimpin.
"Dalam presidential threshold 20 persen, kita akan kampanyekan juga bahwa tidak ada demokrasi di Indonesia. Demokrasinya ada, tapi demokrasi terpimpin," ujar Said.
Presiden Partai Buruh itu menilai, gugatan JR ke MK terkait aturan presidential threshold 20 persen ini sangat penting.
Sebab, katanya, jika gugatan dimenangkan MK, maka akan ada 18 partai politik nasional yang bisa mengajukan calon presiden dan calon wakil presidennya sendiri.
"Sekarang 18 partai politik mengajukan capres, nanti putaran kedua tinggal 2 (pasangan calon). Tetap saja kan? Daripada sekarang tiga (pasangan capres dan cawapres) tapi tetap dua, mending 18 partai sekalian, tetap dua, jadi dengan pilihan yang banyak," jelas Said Iqbal.
Sehingga, menurut Said, akan tersedia lebih banyak pilihan pasangan calon untuk dipilih masyarakat sebagai pemimpinnya di Pilpres 2024 mendatang.
"Jadi apa yang keliru dari pandangan-pandangan sederhana ini? Sehingga kelas pekerja, buruh, nelayan, punya calonnya," lanjutnya.