Jelang Pembacaan Putusan Soal Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Konstitusi, Berikut Sederet Temuan MKMK
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, mengatakan putusan akan dibacakan pada pukul 16.00 WIB, tepatnya setelah sidang pleno MK.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan membacakan putusan terkait laporan dugaan etik hakim konstitusi dalam penyusunan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada Selasa (7/11/2023).
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, mengatakan putusan akan dibacakan pada pukul 16.00 WIB, tepatnya setelah sidang pleno MK.
Menurutnya, MKMK telah membuat kesimpulan terkait dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi.
Baca juga: Denny Indrayana: Jika MKMK Menunda Penerapan Putusan 90, KPU Harus Minta Gibran Diganti
Kesimpulan tersebut diambil setelah MKMK memeriksa seluruh pelapor dugaan pelanggaran etik dan para hakim konstitusi terlapor.
Jimly Asshiddiqie mengatakan, dia telah melakukan rapat internal bersama para Anggota MKMK.
Adapun dari rapat tersebut, kata Jimly, membuahkan kesimpulan dari puluhan pemeriksaan yang telah dilakukan MKMK.
"Semuanya sudah kita dengar. Akhirnya kami sudah rapat intern. Kita sudah buat kesimpulan," ucap Jimly di gedung MK, Jumat (3/11/2023) sore.
Baca juga: Pakar Hukum: Putusan MKMK Harus Out Of The Box dan Menggunakan Hati Nurani
Kesimpulan tersebut, ungkapnya, tinggal dirumuskan menjadi putusan MKMK.
"Tinggal dirumuskan menjadi putusan dengan pertimbangan yang mudah-mudahan bisa menjawab semua isu," sambungnya.
Lebih lanjut, menurutnya, putusan MKMK nanti kemungkinan akan cukup tebal.
Sebab terdapat 21 laporan yang ditangani MKMK berkaitan dugaan pelanggaran etik ini.
Terlebih seluruh hakim konstitusi dilaporkan dengan jumlah laporan beda-beda.
Ketua MK Anwar Usman jadi hakim terbanyak dilaporkan yakni sebanyak 15 laporan.
Setelah Anwar, ada Wakil Ketua MK Saldi Isra yang mendapatkan 4 laporan dan hakim konstitusi Arief Hidayat juga 4 laporan.
Sedangkan paling sedikit laporan diterima Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yakni 1 laporan.
Jimly mengatakan putusan MKMK akan dibacakan per hakim terlapor.
"Semua laporan itu kan berisi tuduhan-tuduhan. Itu satu per satu mudah-mudahan nanti terjawab semua dengan bukti, kontra bukti," jelas Jimly.
"Ada yang menuduh gini, jawabannya begini, itu nanti dibahas dalam putusan," sambungnya.
Selanjutnya dalam putusannya nanti MKMK juga akan menentukan dampak putusan etik itu terhadap Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Baca juga: Jelang Putusan MKMK, Sekjen PDIP Ingatkan Konstitusi Tak Boleh Dikorbankan Buat Kepentingan Keluarga
Mengapa Diputuskan pada 7 November 2023?
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memastikan rancangan putusan terkait sejumlah laporan dugaan pelanggaran etik hakim akan selesai pada 7 November 2023.
Hal itu, dijelaskan Jimly, karena ada pemohon yang meminta agar putusan tersebut dibacakan sebelum tanggal 8 November 2023 yangmerupakan batas terakhir pengusulan bakal calon pengganti capres-cawapres di KPU.
"Kami mendiskusikannya (permintaan pelapor), kesimpulannya adalah kita penuhi permintaan itu maka kita rancang putusan ini harus sudah selesai tanggal 7," kata Jimly saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023) lalu.
Menurut Jimly hal itu dilakukan agar publik tidak menganggap penyelesaian laporan dugaan pelanggaran etik sengaja dibuat molor.
"Kenapa tanggal 7 karena kita ingin memastikan jangan sampai timbul kesan misalnya ada orang menganggap wooo sengaja ini dimolor molorin. Padahal sebetulnya ini sudah terlalu cepat ini bekerjanya (MKMK) itu," jelas Jimly.
"Tugas kita 30 hari harusnya, cuma ada yang nanti bisa menganggap waduh ini sengaja dimolor-molor. Maka kita sepakati putusan tanggal 7," sambungnya.
Selain itu, Jimly mengatakan hal ini dilakukan juga untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.
"Dan di samping itu ini juga untuk keperluan memastikan supaya masyarakat politik kita ini mendapatkan kepastian hukum dan keadilan. Kepastian hukum yang adil supaya jangan kemana-mana lagi berpikirnya sesudah keputusan MKMK ini," ucapnya.
Baca juga: KPU Bakal Konsultasi ke Pihak Terkait Jika MKMK Batalkan Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres
Temuan MKMK
Jimly Asshiddiqie mengatakan bukti-bukti yang dibutuhkan MKMK dalam mengungkap kasus dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim sudah lengkap.
"Itu kan sudah saya bilang waktu di sidang. Kami sebenarnya sudah lengkap, bukti-bukti sudah lengkap," ucap Jimly.
Meski demikian, kata Jimly, Majelis Kehormatan tetap harus mengadakan sidang, meski bukti-bukti sudah lengkap.
Ia menjelaskan, tidak menutup kemungkinan ada temuan-temuan baru terkait dengan dugaan pelanggaran etik berkenaan putusan 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas minimal usia capres-cawapres.
"Cuma kan kita tidak bisa menghindar dari memeriksa, mengadakan sidang untuk para pelapor yang belum kita dengar," kata Jimly.
"Siapa tahu ada hal-hal baru," tuturnya.
Baca juga: MKMK Kantongi Cukup Bukti, Pencawapresan Gibran Terancam Batal
Dugaan Kebohongan
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga menemukan adanya dugaan kebohongan Ketua MK Anwar Usman.
Temuan dugaan itu, jelas Jimly, terkait Anwar Usman yang berbohong soal alasannya tak ikut memutus tiga perkara usia batas capres-cawapres yang belakangan ditolak MK.
"Tadi ada yang baru soal kebohongan. Ini hal yang baru," kata Jimly Asshiddiqie.
"Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir (rapat permusyawaratan hakim) ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit. Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar," sambungnya.
Kronologi mangkirnya Anwar Usman dalam RPH putusan 3 perkara syarat usia capres cawapres itu sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat lewat dissenting opinion.
Ketika itu, 19 September 2023, 8 dari 9 majelis hakim konstitusi menggelar RPH membahas putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.
Tiga perkara ini disidangkan dengan intens sejak 1 Mei 2023. Majelis hakim mendengar keterangan ahli serta pihak terkait untuk perkara ini. RPH dipimpin oleh Wakil Ketua MK dan Arief. Dalam RPH itu mereka menanyakan mengapa Anwar Usman absen.
"Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan," kata hakim konstitusi Arief Hidayat dalam dissenting-nya.
"Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo," tambah Arief.
Tanpa Anwar Usman, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yakni urusan itu merupakan ranah pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah). MK pun menolak ketiga gugatan itu.
Namun, dalam RPH berikutnya dalam perkara lain yang masih berkaitan syarat usia capres cawapres, menurut Arief, Anwar Usman menjelaskan ia tak ikut memutus perkara karena alasan kesehatan.
Dengan kehadiran Anwar dalam RPH kali ini sikap MK mendadak berbalik 180 derajat, menyatakan kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Baca juga: Hakim Suhartoyo Diperiksa MKMK Kurang dari Satu Jam, Jimly: Bukti-bukti Sudah Lengkap
Periksa CCTV
MKMK telah memeriksa 6 hakim: Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih kemarin, serta Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo.
Dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kamera Closed Circuit Television (CCTV) turut diperiksa.
Adapun tampilan CCTV itu berkaitan dengan proses penarikan pencabutan dan permohonan yang kemudian diajukan kembali oleh pemohon Almas Tsaqibbirru.
"CCTV yang berkaitan dengan penarikan permohonan dan pencabutan dan kemudian diajukan lagi. Kita periksa salahnya di mana kan belum tentu salah juga," ujar Jimly.
Almas merupakan pemohon yang mengaku merupakan fans dari Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Permohonan Almas dikabulkan oleh MK yang kemudian putusannya mereduksi syarat usia capres cawapres.
Sebelumnya Almas sempat mengajukan permohonan pencabutan gugatan. Permohonan pencabutan pun sudah diterima oleh MK. Namun kemudian Almas membatalkannya.
Ia menyatakan awalnya tidak tahu pencabutan itu. Ide itu dinyatakan berasal dari kuasa hukumnya. Anak Boyamin Saiman itu sempat disinggung oleh Ketua MK Anwar Usman tidak serius.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melantik tiga orang untuk menjadi anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) Ad Hoc.
Diantaranya yaitu Jimly Assiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
MKMK Ad Hoc dibentuk untuk menindaklanjuti sejumlah laporan dugaan pelangharan etik ke MK imbas putusan 90/PUU-XXI/2023.
Putusan tersebut mengatur soal syarat batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah.
Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).
Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
Hingga saat ini MK telah menerima sebanyak 20 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim. MKMK masih terus memeriksa para pelapor.
Sementara itu, hingga saat ini MKMK telah memeriksa semua hakim terlapor.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.