Jimly Sebut Kekecewaan Anwar Usman Wajar: Tapi Baper Orang Jangan Jadi Ukuran
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie angkat bicara soal pernyataan hakim konstitusi Anwar Usman yang dijatuhkan sanksi pemberhentia sebagai Ketua MK.
Editor: Wahyu Aji
Mirip dengan Maruarar, Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute (PVRI) Yansen Dinata juga mengimbau Anwar untuk mundur.
"Menurut saya, Anwar Usman sebagai pejabat publik dan terbukti bersalah. Tapi malu dan tahu diri sudah menjadi budaya langka di perpolitikan kita, sehingga mundur dari jabatan setelah dinyatakan bersalah boleh jadi tidak terbayang dibenak pejabat. Anwar Usman kalau tahu diri, ya lebih baik mundur," kata Yansen, Selasa, (7/11/2023), dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, Yansen menyebut MKMK seharusnya menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat kepada Anwar lantaran yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran etik berat.
Dilaporkan ke Ombudsman RI
Perekat Nusantara dan TPDI akan melaporkan hakim konstitusi Anwar Usman ke Ombudsman RI karena dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan tugas Mahkamah Konstitusi (MK).
Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI Petrus Selestinus mengatakan, laporan akan dilakukan hari ini, Kamis (9/11/2023).
Sebagai pelapor, Petrus mengaku kecewa, karena 5 butir amar putusan MKMK yang dijatuhkan kepada Anwar Usman tidak menyentuh esensi persoalan dan sama sekali.
"Tidak menjawab ekspektasi publik, bahkan rasa keadilan publik dipandang dari aspek yuridis, filosofis, etik dan moral," katanya.
Alasannya karena MKMK tegas menyatakan Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat, akan tetapi MKMK tidak berani menjatuhkan sanksi berupa "pemberhentian dengan tidak hormat" sesuai ketentuan pasal 47 Peraturan MK No.1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Dirinya bahkan menduga ada aroma kompromi, aroma intervensi kekuasaan untuk menyelamatkan muka Hakim Terlapor.
"Padahal, MKMK seharusnya mengedepankan upaya menyelamatkan muka MK, menyelamatkan marwah dan keluhuran martabat MK ketimbang muka Hakim Terlapor yang sudah terbukti melakukan pelanggaran berat," ujar Petrus Selestinus.
Dengan amar putusan seperti itu, menurut Petrus Selestinus sebetulnya Jimly Asshiddiqie dan MKMK gagal mengembalikan marwah dan kehormatan serta kemerdekaan MK yang dijamin UUD 1945 dari cawe-cawe tangan kekuasaan dengan menggunakan jalur keluarga.
"Ibarat dokter bedah mengoperasi cancer tetapi masih menyisahkan virus ganas dalam tubuh pasiennya, sehingga masih mengancam MK ke depan, " katanya.
Dengan tetap mempertahankan Hakim Terlapor dalam jabatan Hakim Konstitusi dengan sedikit menghilangkan kekuasaan dan wewenangnya sebagai Ketua MK dengan pembatasan tidak ikut sidang perkara tertentu dan tidak ikut dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai pimpinan MK.
Namun demikian Hakim Terlapor masih menjadi ancaman disharmonisasi dalam tubuh MK, sehingga Hakim Terlapor dikhawatirkan akan menjalankan peran-peran non yustisial secara lebih leluasa tanpa beban dll dan ini tentu jadi ancaman serius atau bom waktu bagi MK ke depan.