Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tak Komitmen Terhadap Keterwakilan Perempuan Dalam Pemilu, KPU Disebut Sudah Jadi Petugas Partai

Wahidah merupakan pihak yang turut melaporkan KPU ke Bawaslu atas dugaan pelanggaran pemilu ihwal keterwakilan kuota perempuan 30 persen. 

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Tak Komitmen Terhadap Keterwakilan Perempuan Dalam Pemilu, KPU Disebut Sudah Jadi Petugas Partai
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
Eks Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI 2008-2012, Wahidah Suaib ditemui di kawasan Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Selasa (21/11/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI 2008-2012, Wahidah Suaib mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI saat ini sudah menjadi petugas partai. 

Hal itu lantaran KPU tidak punya komitmen dalam memerhatikan kuota keterwakilan perempuan 30 persen dalam pemilu. 

"Kali ini KPU bukan hanya tidak tegas, tapi sangat lembek dan cenderung menjadi petugas partai menurut kami," kata Wahidah saat ditemui di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Baca juga: Sidang Dugaan Pelanggaran Soal Kuota Perempuan Ditunda karena KPU Belum Siapkan Jawaban

Jika mengingat beberapa waktu ke belakang, Wahidah mengatakan pemberlakuan 30 persen perempuan peserta pemilu tidak baru kali ini saja diterapkan.

Melainkan sudah bertahun-tahun sejak Undang-Undang 12/2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditetapkan. 

"Berarti telah 20 tahun berlaku ya dan dulu itu kalimatnya 'memerhatikan', sekarang kalimatnya 'memuat', berarti lebih kuat," tuturnya.

Baca juga: KPU Sebut Pihaknya Sudah Tindaklanjuti Putusan MA Tentang Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Berita Rekomendasi

KPU di periode-periode sebelumnya dijelaskan Wahidah begitu tegas dalam mematuhi aturan itu.

Harusnya, KPU di bawah kepemimpinan Hasyim Asy'ari ini justru jauh lebih mudah dalam menerapkan keterwakilan perempuan 30 persen ini. 

Langkah KPU pun ia rasa tak bisa dimaafkan dan tidak bisa dianggap sebagai kesalahan kecil. Melainkan sesuatu yang harus dikoreksi dan perlu diberikan sanksi tegas. 

"KPU periode ini mestinya kan lebih mudah untuk mendorong partai politik memenuhi 30 persen itu. Tapi ternyata ada penurunan spirit komitmen keterwakilan 30 pesen di KPU-nya," ungkap Wahidah.

Sebagai informasi Wahidah merupakan pihak yang turut melaporkan KPU ke Bawaslu atas dugaan pelanggaran pemilu ihwal keterwakilan kuota perempuan 30 persen. 

Laporan itu diregistrasi ke Bawaslu RI dengan nomor laporan REG 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 yang dilaporkan oleh eks Anggota KPU RI 2012-2017 Hadar Nafis Gumay. 

Baca juga: Tidak Perhatian Keterwakilan Perempuan di Sumut, Ketua dan Anggota Bawaslu RI Diminta Dipecat  

Sidang perdana atas laporan itu berlangsung di ruang sidang Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Selasa hari ini. 

KPU Dilaporkan ke Bawaslu

Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Bawaslu RI, karena diduga lakukan pelanggaran administratif.

Direktur Eksekutif NETGRIT sekaligus mantan Ketua KPU, Hadar Nafis Gumay selaku salah satu pelapor mengatakan, pihaknya menemukan adanya 266 daftar calon tetap (DCT) dari total 1.512 DCT Anggota DPR Pemilu 2024 yang telah ditetapkan dan diumumkan KPU tidak memuat ketentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

"Perbuatan KPU tersebut secara nyata dapat diklasifikasi sebagai pelanggaran administratif pemilu, yaitu pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan tahapan pencalonan pemilu sebagaimana telah diatur dalam UU 7 Tahun 2017 dan PKPU 10 Tahun 2023," kata Hadar Nafis, dalam keterangannya, Senin (13/11/2023).

Padahal, jelasnya, Pasal 245 UU 7/2017 mengatur bahwa daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. 

Ketentuan tersebut dipertegas oleh pengaturan Pasal 8 ayat (1) PKPU 10/2023, yang menyebut bahwa 'Persyaratan pengajuan Bakal Calon wajib memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap dapil.

Tak hanya itu, hal tersebut juga diperkuat dengan Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) No.11-PKE-DKPP/IX/2023), bahwa kebijakan keterwakilan perempuan melalui affirmative action dalam konstruksi hukum UU 7/2017 adalah agenda demokrasi yang harus dijaga dan ditegakkan bersama.

Oleh karena itu, Para Pelapor menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Bawaslu RI. Yakni:

1. Menyatakan Komisi Pemilihan Umum terbukti melakukan pelanggaran administratif pemilu karena menetapkan DCT Pemilu DPR tidak memuat keterwakilan perempuan
paling sedikit 30 persen di setiap daerah pemilihan Pemilu Anggota DPR sebagaimana tata cara, prosedur dan mekanisme yang telah diatur dalam Pasal 245 UU No.7 Tahun 2017 jo. Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan KPU No.10 Tahun 2023 jo. Putusan MA Nomor24 P/HUM/2023.

2. Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk memperbaiki Daftar Calon Tetap Pemilu Anggota DPR, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2024 yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap daerah pemilihan sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 245 UU No.7 Tahun 2017 jo. Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan KPU No.10 Tahun 2023 jo. Putusan MA No.24
P/HUM/2023, yakni Daftar Calon Tetap Pemilu Anggota DPR, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2024 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap daerah pemilihan.

3. Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk membatalkan atau mencoret Daftar
Calon Tetap yang diajukan partai politik untuk Pemilu Anggota DPR, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota di daerah pemilihan yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Laporan ini diajukan oleh sejumlah pelapor, di antaranya Direktur Eksekutif NETGRIT Hadar Nafis Gumay, Dosen FHUI Wirdyaningsih, Eks Anggota Bawaslu Wahidah Suaib, Sekjen Koalisi Peremuan Indonesia Mikewati Vera Tangka, dan Ketua Kalyanamitra Listyowati.

Kemudian, Direktur Eksekutif INFID Misthohizzaman, Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu Kaka Suminta, Direktur Puskapol UI Hurriyah, Ditektur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyanti, Manager JPPR Aji Pangestu, Ketua Dewan Pendiri Institut Perempuan Rotua Valentina, dan Dosen Pemilu FHUI Titi Anggraini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas