Rekomendasi Penanganan Isu HAM di 100 Hari Pertama Pasangan Capres-Cawapres Pemenang Pemilu 2024
Ada enam isu terkait HAM yang perlu mendapatkan penanganan serius segera pada 100 hari pertama presiden-wakil presiden terpilih
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST), organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) dan anggota Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM), memberikan rekomendasi kepada semua calon presiden dan calon wakil presiden terkait penanganan HAM pada 100 hari pertama masa jabatan jika kelak mereka memenangi Pilpres 2024.
Pada Debat Capres pertama pada Selasa 12 Desember 2023 lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengangkat isu hukum, HAM, pemerintahan, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik dan kerukunan warga sebagai tema utama debat.
Salh satu pendiri FIHRRST Prof. Dr. Makarim Wibisono mengatakan, ada enam isu terkait HAM yang perlu mendapatkan penanganan serius segera pada 100 hari pertama presiden-wakil presiden terpilih setelah selesai dilantik.
Baca juga: Alasan Jusuf Kalla Dukung Anies-Cak Imin di Pilpres 2024, Singgung Soal Rekam Jejak
Yakni, pelanggaran HAM di Papua, pelanggaran HAM berat di masa lalu, isu lingkungan, bisnis dan HAM, perlindungan kelompok rentan, dan kebebasan berpendapat.
Terkait penanganan pelanggaran HAM berat di masa lalu, ada 12 kasus yang perlu penanganan segera. Enam diantaranya sudah mulai diupayakan penyelesaiannya oleh pemerintah saat ini. Sementara enam kasus lainnya belum tersentuh sama sekali.
Ke-12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tersebut telah diakui terjadi oleh Pemerintah Indonesia yang didukung dengan pembentukan PPHAM sesuai Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023.
Ke-12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tersebut antara lain kasus pembunuhan tahun 1965-1966, kasus penembakan misterius (petrus) tahun 1982-1985, kasus penembakan warga sipil di Talangsari Lampung, peristiwa kekerasan Rumah Gedong di Pide Aceh, kasus Penghilangan Orang Secara Paksa, kasus Kerusuhan Mei 1998, kasus penembakan mahasiswa di kampys Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, kasus Pembunuhan Dukun Santet di Banyuwangi, kasus penembakan oleh aparat di Simpang KKA Aceh, Peristiwa Wasior, Peristiwa Wamena, dan peristiwa Jambo Keupok di Aceh.
"FIHRRST memberikan rekomendasi bahwa penyelesaian pelanggaran HAM yang Berat masa lalu sebaiknya sesuai dengan instrumen HAM nasional dan internasional yang berlaku," ungkap Makarim Wibisono dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 19 Desember 2023.
Makarim menambahkan, FIHRRST merekomendasikan agar Pemerintah memperpanjang masa kerja Tim Pemantau PPHAM yang memantau pelaksanaan penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat masa lalu serta penindaklanjutan rekomendasi yang telah diusulkan oleh Komnas HAM terkait isu HAM berdasarkan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Nomor 9 tahun 2022 Tentang Pemulihan Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM yang Berat.
"Capres dan cawapres terpilih juga perlu merespon laporan aduan dari Komnas HAM Indonesia, terutama Laporan Tahunan Komnas HAM RI Perwakilan Papua yang mendata isu-isu HAM," ungkapnya.
FIHRRST juga menyuarakan empat isu yang meliputi Bisnis dan HAM, Lingkungan, Penjaminan Hak Kelompok Rentan, dan Kebebasan Berpendapat.
Baca juga: Said Iqbal Ungkap Alasan Partai Buruh Tak Kunjung Putuskan Dukungan di Pilpres 2024
Pada isu Bisnis dan HAM, hal ini berakar dari operasi bisnis dapat memiliki dampak terhadap HAM.
Peneliti muda spesialis HAM dari FIHRRST, yaitu Ratih Ananda Putri menekankan perlunya upaya
memperkuat Perpes No 60 Tahun 2023 atau regulasi Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM).