Kritikan dan Sindiran Lantang ala Mahfud MD Usai Tak Lagi Jabat Menko Polhukam
Tak lagi jadi anak buah Presiden Jokowi, cawapres Mahfud MD mulai melontarkan kritikan hingga sindiran soal bansos, KPK hingga kontroversi Gibran.
Penulis: Theresia Felisiani
"Bahwa itu lembaga independen, tidak boleh dicampuri oleh pemerintah dan tidak boleh Ketua KPK itu hadir rapat kabinet. Biarkan mereka itu independen," ujarnya.
Mahfud Sindir Pimpinan Partai Dikendalikan bak Bebek
Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD, menyebut partai politik yang tidak mengusung dirinya dengan capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, layaknya bebek yang dikendalikan.
Pernyataan itu muncul saat Mahfud menjawab pertanyaan yang menyinggung isu petugas partai dalam acara "Tabrak Prof" yang digelar di kafe Koat Kopi, Sleman, DIY, Senin (5/2/2024).
Mahfud menyebut pimpinan partai yang tak mengusung dirinya bak bebek yang dikendalikan oleh oligarki.
Awalnya, Mahfud menjawab pertanyaan dari seorang siswa SMA Negeri 1 Yogyakarta bernama Hanan Arkan yang menanyakan isu petugas partai.
Arkan mengungkapkan bahwa para rekannya lebih memilih paslon lainnya daripada paslon Ganjar-Mahfud lantaran ada jargon bahwa kader PDIP merupakan petugas partai.
Mahfud kemudian membantah bahwa dirinya dan Ganjar adalah petugas partai yang dapat diatur oleh partai politik pengusungnya.
"Tapi kok seperti dikesankan, kalau yang dicalonkan pasangan Ganjar-Mahfud seperti petugas partai. Saudara, tidak ada petugas partai."
"Kami ini adalah petugas untuk melaksanakan konstitusi yang diusung partai,” kata Mahfud dalam acara itu.
Mahfud menuturkan kampanye yang dijalaninya juga tak terikat oleh arahan partai.
Ia mengklaim bahwa kampanye dirinya dengan Ganjar berdasarkan fakta dan solusi yang ditawarkan juga sesuai dengan mekanisme yang ada.
"Kami berangkat dari fakta dan akan menyelesaikannya dengan mekanisme yang tersedia, terutama penegakan hukum," tuturnya.
Mahfud kemudian menyindir justru partai yang tidak mengusung dirinya dengan Ganjarlah yang justru dikendalikan layaknya bebek.
"Partai apa yang tidak mau penegakan hukum bagus? Pasti semua partai mau, tapi mari Saudara lihat, partai yang bukan mengusung kami, bukankah pimpinan partainya juga sama seperti bebek-bebek dikendalikan?" kata Mahfud.
Mahfud mengibaratkan partai paslon lain layaknya bebek lantaran mengikuti kepentingan oligarki.
"Partai yang mengusung kami ini gagah, sana maju capres-cawapres. Tapi yang lain seperti bebek dipegang lehernya, jangan itu."
"Ini yang bukan petugas partai. Ini petugas konstitusi, yang lain petugas oligarki,” kata Mahfud diikuti teriakan dari peserta.
Mahfud MD Soal Kontroversi Pencalonan Gibran: Hukuman Moral Tidak Akan Pernah Hilang Seumur Hidupnya
Cawapres nomor urut 03, Mahfud MD buka suara terkait kontroversi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres.
Hal itu disampaikan Mahfud MD saat Mahfud MD menghadiri acara 'Tabrak Prof', di Posbloc, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024).
Mulanya, seorang warga pria yang mengaku alumni Pondok Pesantren Gontor sekaligus pendukung Mahfud MD, Erga, mengajukan pertanyaan kepada eks Menko Polhukam itu.
Erga menanyakan soal adanya dua pelanggaran etik terkait pencalonan Gibran sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.
Yakni, Putusan Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) terhadap paman Gibran, Anwar Usman dan Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap Ketua KPU Hasyim Asyari beserta keenam anggotanya.
Kemudian, ia menanyakan kepada Mahfud mengenai posibilitas Gibran didiskualifikasi dari kontestasi Pilpres 2024 imbas sejumlah pelanggaran etik tersebut.
"Apakah Gibran bisa didiskualifikasi?" tanya Erga kepada Mahfud.
Merespons pertanyaan Erga, mantan Ketua MK itu menjelaskan, hukum memiliki dua tingkatan.
Pertama adalah sumber hukum yang meliputi moral, etika, dan agama.
Kedua adalah hukum formal yang sudah tertuang di dalam undang-undang (UU).
"Kasus Gibran secara hukum tertulis (fomal) itu sudah selesai, bahwa dia sah menjadi calon. Tapi karena di atasnya ada moral dan etika, maka ada hukumannya dua," jelas Mahfud.
Mahfud menjelaskan, hukuman pertama, yakni diberikan kepada oknum.
Dalam hal ini, MKMK kepada Anwar Usman dan DKPP kepada Ketua KPU Hasyim Asyari beserta keenam anggotanya.
"DKPP itu hukumannya sanski administratif, bisa diberhentikan juga Ketua KPU-nya, seperti halnya diberhentikan Ketua MK-nya (Anwar Usman)," kata Mahfud.
Sementara itu, terkait hukuman moral, Mahfud menjelaskan, hal itu dapat berupa pengucilan sosial dan cibiran masyarakat yang akan terus terjadi kepada orang yang melakukan pelanggaran itu, dalam hal ini Gibran.
"Okelah hukum formal tidak mencakup (Gibran). Tapi kalau setiap orang mengatakan 'eh, ini anak haram konstitusi' itu kan hukuman sosial di tengah masyarakat. 'Eh Anda enggak sah. Eh Anda karena pertolongan uncle, paman. Eh karena Anda ini merakayasa hukum'," kata Mahfud.
"Itu adalah cibiran masyarakat yang tidak akan pernah hilang seumur hidupnya," ucanya.
Mahfud Ingatkan PTUN: Jangan Main-main Kabulkan Permohonan Uncle Usman
Calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, mengingatkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk tak mengabulkan permohonan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.
Diketahui paman Gibran Rakabuming Raka itu membuat pengaduan ke PTUN agar membatalkan putusan pencopotan dirinya sebagai Ketua MK.
Menanggapi hal itu, Mahfud menegaskan bahwa Usman terbukti melanggar etika yang sangat berat meskipun aturan terkait batas usia cawapres sah secara hukum.
“Sehingga Mas Gibran lolos dengan melanggar etika, tetapi secara konstitusi, oke keputusannya jalan, tetapi yang dihukum adalah siapa-siapa yang melanggar. Itulah sebabnya uncle Usman lalu diberhentikan."
“Dan sekarang uncle Usman mengadu ke PTUN, (menggugat ke PTUN) itu adalah tindakan yang salah lagi, karena PTUN itu hanya mengadili keputusan tata usaha negara yang bersifat konkret, individual dan final, untuk itu PTUN jangan main-main mengabulkan permohonan uncle Usman,” tegas Mahfud Md saat diskusi di acara “Tabrak Prof” di Yogyakarta, Senin malam (5/2/2024).
Mahfud menegaskan keputusan yang dikeluarkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bukan keputusan tata negara, melainkan keputusan profesional dewan etik.
Sehingga tidak bisa PTUN tiba-tiba membatalkan keputusan MKMK soal pencopotan Anwar Usman.
Isi Gugatan Anwar Usman
Diketahui sebelumnya, selain meminta pembatalan pencopotan dirinya sebagai Ketua MK, Anwar Usman juga menggugat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo, di PTUN Jakarta.
Adapun pengajuan gugatannya itu diwakili oleh advokat Franky Simbolon dkk.
Sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penulusaran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, inti gugatan Anwar Usman, sebagai berikut:
- Dalam Penundaan
1. Mengabulkan Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023 – 2028;
2. Memerintahkan atau mewajibkan Tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028, selama proses pemeriksaan perkara sampai dengan adanya Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;
- Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028;
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028;
4. Mewajibkan Tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Penggugat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2023-2028, seperti semula sebelum diberhentikan;
"Menghukum Tergugat (Suhartoyo) untuk membayar biaya perkara," demikian gugatan Anwar Usman, dikutip dari laman resmi SIPP PTUN Jakarta, pada Rabu (31/1/2024).
Adapun sidang di PTUN Jakarta dijadwalkan digelar, pada Rabu (31/1/2024), pukul 10.00 WIB. (tribun network/thf/Tribunnews.com)