SIREKAP KPU Diminta Diaudit, Pengamat: Hasil Pemilu Ditentukan Rekapitulasi Penghitungan Manual
Audit investigasi tidak akan mengubah hasil pemilu karena SIREKAP hanya sebagai alat bantu
Penulis: Erik S
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) melibatkan pakar teknologi informasi independen mengaudit investigasi dan mengungkap sumber kesalahan input data (data entry) melalui aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Terkait hal tersebut, pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi mengatakan bahwa audit investigasi terhadap SIREKAP KPU tidak akan mengubah hasil pemilu.
"Audit investigasi tidak akan mengubah hasil pemilu karena SIREKAP hanya sebagai alat bantu. Hasil Pemilu yang sebenarnya tetap ditentukan oleh rekapitulasi penghitungan suara secara manual yang dilakukan berjenjang dari tingkat bawah hingga nasional," kata R Haidar Alwi, Jumat (16/2/2024) malam.
Sesuai dengan tujuannya, SIREKAP KPU adalah bagian dari transisi atau proses perubahan penyelenggaraan pemilu dari manual ke digital.
Dengan adanya audit investigasi, justru dapat mengidentifikasi kelemahan SIREKAP KPU untuk disempurnakan sehingga dapat digunakan sebagai acuan ketika Indonesia sudah menerapkan e-counting sepenuhnya di masa yang akan datang.
"Jadi, kesalahan SIREKAP KPU membaca data C1 dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam proses penyempurnaan sebuah sistem teknologi pemilu. Teknologi yang ada saat ini semuanya melewati proses penyempurnaan. Contoh gampangnya teknologi hp yang kita gunakan saat ini adalah hasil penyempurnaan temuan puluhan tahun lalu," papar R Haidar Alwi.
Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Desak Sirekap dan Seluruh Sistem Online KPU Diaudit Independen dan Diperiksa DPR
Di sisi lain, ia tidak menampik kelemahan SIREKAP KPU telah menimbulkan kebingungan bahkan kegaduhan di masyarakat maupun di kalangan peserta pemilu.
Menurut R Haidar Alwi, hal itu tidak akan terjadi bila semua pihak memahami penentuan hasil pemilu bukan dari real count SIREKAP KPU melainkan dari perhitungan manual berjenjang.
Sedangkan hitung cepat atau quick count yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei kredibel merupakan bentuk partisipasi non-pemerintah yang diatur dalam Pasal 448 ayat 2 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Bahkan di banyak negara, quick count merupakan alat kontrol hasil pemilu yang akurasinya terbukti sepanjang memakai metode ilmiah yang benar.
"Pemahaman tersebut menjadi sangat penting agar masyarakat tidak salah kaprah dan mudah terprovokasi oleh adanya propaganda kecurangan pemilu," pungkas R Haidar Alwi.
Ia mengimbau masyarakat untuk sama-sama mengawal hasil pemilu. Jika ada pihak yang tidak puas, seharusnya mengumpulkan data-data dan bukti-bukti untuk dilaporkan ke Bawaslu atau diselesaikan secara elegan di Mahkamah Konstitusi. Bukan malah menghasut masyarakat untuk tidak mempercayai hasil Pemilu.
Fungsi SIREKAP
Sirekap berfungsi untuk mempublikasi hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) yang sebelum dikonversi dari formulir c hasil plano.
Namun yang terjadi saat ini, ditemukan ada perbedaan konversi hasil penghitungan suara dan formulir di 2.325 TPS.
"Saya kira di Indonesia ada banyak sekali perusahaan-perusahaan besar yang memiliki pengalaman dan track record untuk melakukan audit di skala ini. Itu satu hal yang sangat mudah ditunjuk, dan itu harus dilakukan oleh pihak yang independen," kata Deputi Kanal Media TPN, Karaniya Dharmasaputra dalam konferensi pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara, Jakarta Pusat, Jumat (16/2/2024).
Karaniya menegaskan, kekeliruan ini harus diselesaikan secara transparan dan independen, serta melibatkan pihak-pihak terkait dan ahli teknologi informasi.
Selain itu, menurut Karaniya, saat ini merupakan saat paling tepat bagi DPR untuk memanggil KPU guna mempertanggungjawabkan kekisruhan data Pemilu.
"Saya kira kita juga memiliki DPR. Nah saya kira, DPR khususnya komisi yang berkepentingan atau yang bertanggung jawab terhadap area ini, saya kira juga sudah seyogyanya kami menghimbau untuk segera menjalankan fungsi pengawasannya untuk memanggil KPU," jelasnya.
Kendati demikian, dirinya mengakui bahwa teknologi yang digunakan Sirekap cukup canggih, yaitu optical mark recognition (OMR), yaitu proses pengumpulan data dari dokumen dengan mengenali karakter pada kertas.
Selain itu, aplikasi Sirekap juga menggunakan teknologi optical character recognition (OCR) yang berkemampuan untuk mengkonversi data berupa gambar menjadi teks.
“Saya sangat terheran-heran bagaimana mungkin sebuah sistem yang dikembangkan oleh negara yang berkaitan dengan event yang sensitif bisa sedemikian ngaconya, dengan tingkat error yang tinggi. Ini yang harus kita telusuri secara serius ke depan. Apalagi, Ketua KPU sudah mengakui dan meminta maaf atas kekeliruan di 2.325 TPS,” terangnya.
Sebelumnya diberitakan, KPU mengakui terjadi sejumlah kekeliruan konversi hasil penghitungan suara di TPS ke dalam Sirekap.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengaku, sistem tersebut dapat mengenali kekeliruan konversi itu, meski tak menjelaskan berdasarkan apa mesin tersebut mengenali kesalahan tersebut. Menurutnya, sejauh ini, tingkat kesalahan konversi cuma 0,64 persen.
"Ada 2.325 TPS yang ditemukan antara konversinya berbeda (dari) yang sudah diunggah 358.775 TPS," ujar dia dalam jumpa pers, Kamis (15/2/2024).
"Bukan persentasenya yang ingin kami sampaikan, tetapi Sirekap mengenali kalau ada salah hitung atau salah konversi atau sistem kurang tepat membaca," lanjutnya.